Tempo.Co

Komisi V Minta Koordinasi Terkait Bandara Sentani
Jumat, 12 Mei 2017
Panja Penerimaan Negara Komisi XI Kunjungi KPPBC Palu

Anggota tim kunjungan kerja Komisi V DPR RI ke Provinsi Papua, Bahrum Daido, meminta Kepala Bandar Udara Sentani berkoordinasi dengan Gubernur Papua terkait dengan pembebasan tanah ulayat bagi pengembangan Bandara Sentani. 

“Salah satu kendala pengembangan Bandara Sentani ke arah Komba sesuai dengan master plan membutuhkan biaya lebih-kurang Rp 1,5 triliun untuk pembebasan lahan 125 hektare. Ini sangat luar biasa,” kata Badai, sapaan akrab Bahrun, saat pertemuan tim yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V Michael Watimena dengan Kepala Bandara Sentani di Jayapura, Rabu, 3 Mei 2017.

Menurut dia, tanah ulayat sebenarnya tidak bisa dibebaskan. Tanah ulayat ini merupakan milik seluruh masyarakat adat. “Rp 1,5 triliun ini akan dibayar ke mana. Kalau tanah ulayat seperti ini harus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah, baik itu gubernur, bupati, maupun wali kota, untuk menghibahkan tanah ulayat ini, tidak perlu dibeli,” tuturnya.

Sebab, jika dibeli, kata politikus Partai Demokrat ini, akan dituntut sampai tujuh turunan, cucu sampai cicit-cicit, karena ada pembagian uang di situ. “Tapi jika hibah yang dijembatani atau dikoordinasikan oleh gubernur, bupati, atau wali kota pasti itu tidak ada masalah,” ucap Bahrum.

Ia yakin semua stakeholder yang berada di pemerintahan daerah, baik itu gubernur, bupati maupun wali kota, yang terkait pasti setuju karena ini untuk kemajuan Papua, bukan untuk pribadi. Bahrum mengharapkan tidak ada pembayaran di pembebasan tanah ulayat karena tanah ulayat adalah tanah adat dan dimiliki oleh seluruh masyarakat adat Papua.

“Bahaya kalau dibayar. Saya minta Kepala Bandara Sentani mengoordinasikan dengan Gubernur Papua. Nanti gubernur mengoordinasikan dengan bupati atau wali kota terkait untuk membicarakan masalah hibah ini,” kata Bahrum.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Kepala Bandara Sentani Agus Priyanto menyatakan kendala terbesar adalah pengembangan Bandara Sentani ke arah Komba adalah pembebasan tanah ulayat.

“Tuntutan pemilik hak ulayat atas tanah Bandara Sentani ini menjadi salah satu faktor kendala terbesar dalam pengembangan bandar udara. Sementara keterbatasan pengembangan prasarana sisi udara berpengaruh pada slot time dan appron occupancy,” katanya.

Sebagaimana diketahui, masalah tanah ulayat ini menjadi isu utama di Papua. Tidak hanya menjadi masalah bagi pengembangan Bandara Sentani, tapi juga sudah menjadi masalah di bidang pertanahan di Papua. (*)