Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016 kepada DPR dalam rapat paripurna, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Jumat, 19 Mei 2017. Pemeriksaan terhadap LKPP ini merupakan pemeriksaan pertanggungjawaban pemerintah pusat atas pelaksanaan APBN 2016.
Dalam laporannya, Ketua BPK Moermahadi Soreja Djanegara menyatakan sistem informasi penyusunan LKPP 2016 belum terintegrasi. Selain itu, pelaporan saldo anggaran lebih serta pengendalian piutang pajak dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan/atau denda belum memadai, serta adanya inkonsistensi tarif PPh minyak dan gas (migas). Penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Begitu pula dengan pengendalian dan pengelolaan program subsidi, BPK menilai masih kurang memadai. Pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api juga belum jelas. Kemudian, penganggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang sarana dan prasarana penunjang serta tambahan DAK juga belum memadai. Termasuk tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan juga dinilai belum jelas.
Dalam laporannya, BPK juga menyampaikan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak dan piutang bukan pajak pada 46 kementerian/lembaga belum sesuai dengan ketentuan. Pengembalian pajak 2016 senilai Rp 1,15 triliun tidak memperhitungkan piutang pajaknya senilai Rp 879,02 miliar. Pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 kementerian/lembaga tidak sesuai dengan ketentuan. Penganggaran pelaksanaan belanja senilai Rp 11,14 triliun tidak sesuai dengan ketentuan penatausahaan utang senilai Rp 4,92 triliun belum memadai.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah kami lakukan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara, kami menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016," ucapnya.
Menurutnya, ini merupakan kali pertama diperoleh pemerintah pusat setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP sejak 2004. Meski demikian, kata Moermahadi, pemerintah tetap perlu menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi BPK atas temuan sistem pengendalian internal dan kepatuhan. "Tindak lanjut rekomendasi tersebut penting bagi pemerintah sehingga penyajian pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun mendatang akan baik" ujarnya. (*)