Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam berharap pemerintah tegas mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pendapatan dari sektor pajak. Dalam mengoptimalisasi penerimaan pajak, pemerintah tidak seharusnya hanya menunggu lahirnya aturan baru seperti UU Tax Amnesty yang akan dibahas. Akan tetapi mengimplementasikan aturan perundang-undangan yang sudah ada.
Menurut Ecky dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Senayan, Selasa 26 April 2016, sekitar 1 persen penduduk yang menguasai lebih dari 50 persen aset Indonesia. Dan diantaranya, tidak kurang dari 1 persen menyimpan dananya di luar negeri.
"Sudah bisa dipastikan bahwa mereka menggelapkan pajak, menyembunyikan aset dari pajak. Pemerintah harus tahu itu semua disimpan di mana. Apalagi saat ini tren di dunia bahwa kita menuju era transparansi," ujar Ecky.
Sebagai dasar hukumnya, pemerintah bisa berlandaskan Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), UU Perbankan, UU Lalu Lintas Devisa dan UU Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Ecky menilai bahwa pemerintah mengetahui ada kelemahan dalam sistem perpajakan yang harus dibenahi.
"Sebetulnya pemerintah tahu ada kelemahan dalam sistem perpajakan. Kenapa itu tidak diperbaiki," ujar Ecky.
Soal pengampunan pajak, dikatakan Ecky, bahwa langkah itu pasti beriringan dengan pengampunan hukum. UU perpajakaan yang telah ada sudah cukup kuat menghukum para pengemplang pajak. Dengan demikian, penerimaan pajak yang besar dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa definisi tax amnesty yang juga sudah dipraktekkan di banyak negara itu sudah clear. Obyek dalam UU Tax Amnesty terkait pada orang yang memarkir uangnya dengan alasan menghindari pajak. Kejahatan kriminal, misalnya uang hasil penjualan narkoba tidak masuk dalam objek UU Tax Amnesty. Untuk itulah perlu diinvestigasi jenis-jenis uang-uang yang akan dikenai UU Tax Amnesty.
"Kalau memang kategori uang tersebut mengandung elemen kejahatan termasuk korupsi, narkoba, trafficking, itu maka di-clearance tidak menjadi obyek tax amnesty tapi diserahkan ke penegak hukum. Wajib pajak yang menjadi sasaran tax amnesty harus dipastikan uangnya bukan hasil kejahatan tapi lebih karena pajak-pajak," ujar Eva.
Dari pemerintah, rapat ini dihadiri Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah, Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri Komjen Dwi Prayitno, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif didampingi pejabat dan jajarannya. (*)