“Saya ucapkan duka yang mendalam untuk keluarga korban. Semoga keluarga diberi ketabahan dan kekuatan,” ujar anggota Komisi III DPR Erma Suryani Ranik terkait dengan peristiwa dugaan penganiayaan yang dilakukan senior Akademi Polisi (Akpol). Kejadian ini menyebabkan meninggalnya taruna Akpol, Brigadir Dua Taruna Muhammad Adam, pada Kamis dinihari, 18 Mei 2017.
Erma mengaku menyesalkan peristiwa tersebut. “Karena itu, saya mendukung langkah Kapolri untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas agar bisa diketahui siapa saja yang terlibat di dalamnya,” ujarnya.
Menurut Erma, akar masalah penyiksaan terhadap taruna junior merupakan tradisi kekerasan yang diturunkan dari tahun ke tahun. “Dengan kata lain, sudah seperti lingkaran setan. Karena itu, tradisi turun-temurun tersebut harus diputus atau dihentikan pengasuh dan sistem di Akpol,” tuturnya.
Dalam perspektif Erma, saat proses seleksi, taruna Akpol merupakan orang-orang pilihan yang dinilai menonjol dari segi intelektual, psikis, dan fisik. “Mereka dibentuk di Akpol dengan tujuan menjadi calon pimpinan Polri yang cerdas, tanggap dalam melayani masyarakat, dan mampu memberantas penjahat. Tradisi kekerasan yang terjadi antartaruna membuat tujuan ini tidak tercapai. Saya malah curiga tradisi kekerasan akan menyebabkan rusaknya fisik dan psikis ini dibawa hingga kelak keluar dari kampus,” ucapnya.
Karena itu, politikus dari Fraksi Demokrat ini mendesak Kapolri menghentikan tradisi kekerasan di Akpol. “Di samping itu, kami mendukung adanya audit independen dari institusi luar kepolisian untuk perbaikan sistem pendidikan secara menyeluruh. Termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang pembinaannya dilakukan taruna senior,” katanya. (*)