“Beratnya beban tugas Ditjen Pajak membuat wacana pengelolaannya dipisahkan dengan Kementerian Keuangan pun berkembang,” ujar Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia, Kamis, 18 Mei 2017. Direktorat Jenderal Pajak memiliki beban kerja yang cukup berat karena menjadi tulang punggung penerimaan negara. Sebab, 80 persen penerimaan negara berasal dari pajak.
Menurut Indah, dengan masih bergabungnya Ditjen Pajak dengan Kementerian Keuangan, ada beberapa peraturan yang juga seolah terikat dengan kementerian lain. “Ada beberapa hal yang tidak bisa dikelola sendiri dan harus terkait dengan kebijakan atau policy dari kementerian lain, misalnya terkait dengan kebutuhan tambahan karyawan,” katanya. Misalnya, jumlah SDM di lingkungan Ditjen Pajak dibatasi dengan aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Beban dan tugas Ditjen Pajak sangat berat, tapi jumlah SDM-nya sangat sedikit. Dukungan SDM dan IT bukan hanya soal kualitas, tapi juga kuantitas. Jika itu diberikan, diharapkan mendapatkan hasil yang maksimal,” ucapnya.
Kalau kemudian setiap langkahnya dibatasi aturan tertentu, hal itu turut berdampak pada kinerja. “Sehingga, jika mau adil, Ditjen Pajak harus menjadi badan tersendiri. Badan ini akan terpisah dengan Kementerian Keuangan dan akan berada di bawah komando presiden secara langsung. Namun, dalam menjalankan kinerjanya, Ditjen Pajak masih melakukan koordinasi dengan instansi Komite Stabililitas Sistem Keuangan (KSSK), seperti Kemenkeu, Bank Indonesia, ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tuturnya.
Selain itu, masih terkait dengan SDM, Indah menilai perlu diberlakukan reward dan punishment yang sepadan. “Jika berhasil mencapai target, tentu harus diberikan reward atau penghargaan setinggi-tingginya. Namun, kalau dia melakukan kesalahan atau tidak mencapai target, punishment juga diberikan. Sehingga reward dan punishment yang diberlakukan seimbang,” ujar wakil rakyat asal daerah pemilihan Jawa Timur itu. (*)