Tempo.Co

Anggota DPR Nilai Prediksi Ekonomi Terlalu Ambisius
Selasa, 23 Mei 2017
Anggota DPR Nilai Prediksi Ekonomi Terlalu Ambisius

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, menilai penetapan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat paripurna DPR dinilai ambisius. “Bagi rakyat, tidak soal berapa pun pertumbuhan ekonomi. Yang terpenting adalah apakah pertumbuhan itu bisa membebaskan rakyat dari jeratan pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan?”ujarnya, Jumat, 19 Mei 2017.

Pertumbuhan sebesar itu, kata Heri, apakah berkualitas atau justru kembali tersungkur. “Dari data 2015, ekonomi nasional hanya tumbuh 4,7 persen, 2016 sebesar 5 persen, dan 2017 diprediksi mencapai 5,2 persen. Sayangnya, pertumbuhan itu kurang berkontribusi besar terhadap persoalan bangsa, yaitu pengangguran cenderung naik, kemiskinan yang makin dalam, dan ketimpangan yang masih menganga,” tuturnya.

Politikus Gerindra ini menyerukan Menteri Keuangan harus menghadirkan ekonomi yang tidak saja tumbuh tinggi, tapi juga bisa berkontribusi bagi masalah bangsa. “Misalnya, seberapa besar dampak pertumbuhan tersebut terhadap pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan. Pemerintah juga harus realistis mematok pertumbuhan ekonomi. Sejak krisis 1998, belum ada capaian ekonomi yang berkualitas dan sesuai dengan tugas konstitusionalnya,” ucapnya.

Selain itu, Heri menyoroti soal investasi, yang harus mendapat perhatian serius. “Rasio tabungan terhadap PDB (produk domestik bruto) yang berada di level 34 persen adalah salah satu cara untuk menopang kebutuhan investasi. Namun yang diperlukan sekarang adalah bukan sekadar angka-angka di kertas, tapi juga eksekusi yang konkret. Selanjutnya, pemecahan atas masalah investasi harus sungguh-sungguh, seperti penyederhanaan izin dan fasilitasi penyelesaian permasalahan yang dihadapi investor,” katanya.

Heri menambahkan, pemerintah pusat juga harus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Koordinasi dan sinergi yang baik antara pusat dan daerah harus terbangun dengan baik. “Masih banyak daerah yang belum mengadopsi langkah debirokratisasi di pusat. Selain itu, masalah konektivitas infrastruktur dan mahalnya biaya logistik harus tetap menjadi perhatian paling penting dari pemerintah,” ujarnya. (*)