Tempo.Co

Kapolri Diminta Waspadai Isu Transnasional
Selasa, 23 Mei 2017
Kapolri Diminta Waspadai Isu Transnasional

Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding meminta aparat kepolisian meningkatkan kewaspadaan dan pengamanannya terhadap kejahatan-kejahatan transnasional, baik dalam konteks ideologi yang mengarah pada gerakan-gerakan radikal yang bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun peredaran narkoba.

“Masalah bangsa ini tidak terlepas dari persoalan-persoalan itu. Nah, ini yang perlu kita waspadai,” ujar Sudding dalam rapat kerja Komisi III dengan Kapolri dan jajarannya di Kompleks Senayan, Selasa, 23 Mei 2017.

Terkait dengan gerakan radikal, Sudding menyarankan agar penanganannya tidak hanya dibebankan kepada Detasemen Khusus 88 (Densus 88), tapi juga semua kesatuan yang ada di kepolisian. “Semua harus mengambil peran dalam konteks untuk melakukan pencegahan. Sebab, masalah ini merupakan ancaman terhadap bangsa kita, apalagi misalnya ketika isu SARA selalu dimunculkan ke permukaan akhir-akhir ini,” tuturnya.

Menurut dia, bangsa Indonesia memang dilahirkan dengan beragam suku dan agama, dan itu merupakan berkah. Hal tersebut akan menjadi kekuatan ketika bisa disatukan untuk mengelola bangsa yang majemuk dan heterogen. “Untuk itu, saya sangat berharap kepada Kapolri tantangan kita saat ini adalah masalah-masalah SARA, dan kepolisian harus betul-betul dapat melakukan antisipasi dengan pola-pola penanganan yang persuasif,” ujarnya.

Masalah kejahatan transnasional lain yang perlu diwaspadai adalah peredaran narkoba. "Saya kira peredarannya sangat masif belakangan ini. Saat kami melakukan kunjungan kerja ke Balikpapan, kami mendapati peredaran narkoba di sana paling tinggi di Provinsi Kaltim," tutur Sudding.

Masalahnya, kata Sudding, adalah pintu-pintu masuk di Kalimantan Timur ini harus diperkuat dengan struktur kepolisian. Polres-polres yang ada di daerah perbatasan juga harus diperkuat supaya bisa mengantisipasi arus masuk narkoba yang bisa merusak generasi muda. "Jadi, dalam kaitan dengan masalah narkoba, penguatan struktur di pintu-pintu masuk perlu menjadi perhatian dari kepolisian," katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Arsul Sani, menambahkan, ke depan perlu ada kejelasan kebijakan, baik dari Polri maupun Badan Narkotika Nasional (BNN), terkait narkotik ini.

Menanggapi persoalan ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan sependapat penanganan gerakan radikal tidak hanya mengandalkan Densus 88. Menurut Tito, Densus 88 hanya berfokus melakukan penegakan hukum. Itu juga merupakan upaya terakhir kalau terjadi pelanggaran hukum oleh pelaku teror. "Negara juga harus tegas. Ketika terjadi pelanggaran hukum, kita harus berani mengungkapnya. Kalau terjadi peristiwa peledakan atau ada rencana serangan teror, kita harus bisa menghentikan dan harus bisa mengungkap. Itulah wibawa negara di sana," ucapnya.

"Tapi, di samping itu, memang unsur-unsur lain juga kita minta dilibatkan. Terutama unsur intelijen dan jaringan teritorial, yaitu Binmas,” kata Tito. (*)