Kunjungan muhibah DPR, yang dipimpin Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Tim Pengawasan TKI, Fahri Hamzah, ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab pada 15-21 Mei 2017 menghasilkan beberapa kesepakatan. Bahkan kesepakatan itu melebihi ekspektasi semula, yaitu hanya pembahasan di sektor ketenagakerjaan.
Di Arab Saudi, perhatian utama kunjungan adalah untuk memastikan kelancaran amnesti TKI, yaitu periode pengampunan bagi TKI pelanggar imigrasi untuk pulang ke Indonesia dengan biaya sendiri. Fahri menyampaikan dampak langsung moratorium telah menyebabkan jalur pengiriman TKI tak resmi menjadi marak. “Ini yang harus kita jaga. Negeri-negeri seperti Arab Saudi semakin serius menata sistem. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), yang segera kita sahkan, juga akan menyasar penguatan sistem mulai seleksi hingga TKI kembali ke lingkungannya,” ujar Wakil Ketua Bidang Korkesra itu.
Dalam kesempatan itu, delegasi DPR juga mengapresiasi KJRI Jeddah yang harus bekerja keras di tengah berbagai kendala lapangan untuk melakukan tes DNA bagi anak-anak
TKI yang memakan waktu lama. Kendala lainnya adalah terbatasnya personel dan biaya kepulangan pesawat yang harus ditanggung TKI. Padahal amnesti yang dimulai pada 2013 itu akan berakhir pada Juni mendatang.
Di Uni Emirat Arab, delegasi DPR juga melakukan pertemuan kehormatan dengan Wakil Ketua Parlemen Malaysia Marwan Ahmad dan Menteri Tenaga Kerja Omar Alnuami. Di antara 21 negara yang menerapkan moratorium pekerja informal, UEA termasuk yang paling baik dalam mengelola TKI Indonesia. Shelter TKI di sana sangat layak dan kondusif.
Di sisi lain, delegasi berhasil membangun kesepahaman tentang perluasan hubungan yang masih terbatas antara UEA dengan Indonesia. Misalnya di bidang minyak dan energi, ada ruang pertumbuhan besar bagi kedua negara. Demikian pula di bidang aviasi, agama, sosial, dan pendidikan.
Pada pertemuan dengan pejabat KBRI di Abu Dhabi, Sabtu, 20 Mei 2017, DPR diminta mendukung penguatan hubungan dua negara yang menghasilkan sesuatu yang konstruktif.
Misalnya, parlemen UEA akan meyakinkan pemimpin negeri itu agar bisa segera menyambangi Indonesia. Sejak kunjungan Presiden Joko Widodo pada 2015, ketiga negara Arab dan teluk berpengaruh, yaitu Saudi Arabia, Qatar, dan Uni Emirat Arab, akan melakukan kunjungan balasan baru Raja Salman dan Emir Qatar Syeh Tamim bin Hamad Al Thani pada Oktober 2017.
Adapun Kementerian SDM UEA menyampaikan kebutuhan pekerja sektor formal yang skilled and professional UEA masih sangat besar. Indonesia diminta menyiapkan prosedur seleksi dan pengiriman pekerja yang semakin baik agar dapat menyuplai sesuai dengan kebutuhan standar negeri itu.
Salah satu delegasi DPR, Akbar Faizal, di satu sisi menyoroti persoalan yang membelit TKI karena PJTKI nakal dalam perekrutan dan pengiriman. “BNP2TKI harus serius mengurusi permasalahan buruh migran serta peran kedubes dan konsulat RI agar berfokus pada diplomasi,” kata politisi Fraksi Nasdem itu. (*)