Tim perumus Rancangan Undang-Undang Arsitek Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai hal yang terkait dengan moralitas praktik arsitek perlu dituangkan dalam undang-undang.
"Hal yang sifatnya moralitas perlu dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Arsitek. Walaupun sebetulnya poin moralitas sudah disinggung dalam Bab Integritas," ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Arsitek Sigit Sosiantomo sekaligus pemimpin rapat tim perumus RUU Arsitek dengan pemerintah, Rabu, 31 Mei 2017.
Menurut Sigit, perlu dipikirkan adanya penekanan-penekanan tertentu yang diinginkan sehingga azas etika masih perlu dicantumkan.
Pihak pemerintah sepakat dan menyatakan integritas sangat penting. Sebab, pada praktiknya, seorang arsitek harus memiliki integritas. Namun, melebihi integritas, ada etika profesi dalam berperilaku dan sebagainya. Kalau ingin soal etika dicantumkan, pemerintah menyarankan itu merupakan etika soal profesi sebagai arsitek. Jadi harus memenuhi norma dan moral sebagai seorang arsitek.
Anggota Komisi V DPR, Willem Wandik, menegaskan etika lebih tinggi daripada hukum atau undang-undang. "Karena itu, dalam pembahasan ini, kita bisa melihat dan menempatkan etika pada posisi substansi khusus. Sebab, etika jauh lebih penting. Dia ibarat samudra dan kapal, Kapal bisa berlayar sampai ke tujuan karena ada samudra," ucapnya.
Selanjutnya, Sigit meminta tim perumus dari pemerintah memperdalam penjelasan masalah etika. "Mohon diperdalam lagi referensinya apa. Nanti kembali ke Panja untuk minta persetujuan," ujarnya.
Lebih lanjut, Sigit menjelaskan perbedaan antara integritas dan etika. "Untuk integritas, contohnya, kalau saya bekerja, berarti saya harus selesaikan pekerjaan, jangan sampai tidak diselesaikan. Namun, kalau persoalan etika itu antar-arsitek. Misalnya, saya kerjanya rapi dan cepat, tapi kalau saya tidak punya etika, akan main serobot saja. Padahal sebelumnya sudah ada pemberi tugas dengan arsitek lain. Ini berintegritas, tapi tidak beretika," katanya.
Karena itu, Sigit meminta gambaran tersebut nantinya diperjelas di Panja, tapi harus ada referensi dari pemerintah supaya clear. "Sehingga yang tertulis dalam RUU itu nanti memang barang yang sudah clear dan tidak menimbulkan perdebatan lagi," ucapnya. (*)