Tempo.Co

Komisi X Dorong Kemajuan Film Nasional
Rabu, 27 April 2016
Komisi X DPR RI Panja Perfilman memberikan keterangan kepada wartawan tentang rekomendasi hasil kerja Panja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (27/4)

Menyikapi cita-cita dan tujuan pemerintah memajukan perfilman nasional, Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR RI dibentuk. Tugasnya mendorong perfilman nasional yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi, eksibisi, dan regulasi. Harapannya, bisa menghasilkan film nasional sebagai salah satu sumber devisa negara.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Panja Perfilman Nasional Abdul Kharis Almasyhari mengatakan dalam diskusi di Media Center DPR RI, Rabu, 27 April 2016, “Saat ini akses film bagi masyarakat hanya bertumpu pada jaringan bioskop. Sedikit sekali yang dapat mengakses melalui media alternatif, seperti festival, ruang pemutaran independen, dan inisiatif pemutaran gerilya. Bioskop tidak cukup luas mengakomodasi keragaman ide, nilai, dan pengalaman.” Sementara itu, rendahnya minat masyarakat menonton film Indonesia, menurut Kharis, memaksa bioskop mencari keuntungan dengan ikut memutar film impor. Sehingga kuota tayang 60 persen film nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, sulit terpenuhi.

Sulitnya mengandalkan film nasional sebagai sumber devisa juga kurang didukung dengan ketersediaan bioskop. Saat ini, 1.117 layar bioskop hanya tersebar di sekitar 220 perkotaan. Belum lagi mahalnya harga tiket menonton di bioskop.

“Kita harapkan, harga karcis tidak lagi setinggi sekarang, misalnya Rp 10 ribu, sehingga akses masyarakat untuk menonton lebih banyak. Kami juga pernah mencari tahu di wilayah mana yang paling banyak penonton film Indonesia-nya, jawabannya di Bekasi. Harapan kami, semakin banyak minat penonton Indonesia seperti dari Bekasi,” kata Kharis.

Ketua Pansus Teuku Riefky Harsya mengatakan saat ini pansus menunggu pemerintah mengimplementasikan rekomendasi dari Panja Perfilman Nasional hingga tiga bulan. Setelah mendengarkan aspirasi masyarakat dan memperhatikan masukan para pemangku perfilman dalam rapat dengar pendapat dan kunjungan spesifik, ada sejumlah rekomendasi. Panja berharap pemerintah membuat kebijakan tegas dalam menyelaraskan tugas fungsi empat lembaga terkait, yakni Badan Perfilman Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, Pusat Pengembangan Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Lembaga Sensor Film. “Sehingga tidak terjadi tumpang-tindih dalam pelaksanaan pengembangan perfilman nasional,” kata Riefky.

Panja juga mendorong pemerintah agar membuka 100 persen investasi asing di bidang perfilman dan melakukan revisi Undang-Undang tentang Perfilman.

Menurut anggota Panja Perfilman Nasional, Venna Melinda, saat ini sudah banyak film Indonesia yang berkualitas. Terkait kendala dana dalam menggenjot produktivitas lahirnya film-film bermutu, perlu didorong juga keterlibatan modal asing dan joint product. “Ini untuk menghasilkan film nasional bermutu dengan dukungan biaya,” kata Venna.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Maman Wijaya mengatakan saat ini pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk meningkatkan minat menonton masyarakat Indonesia. Salah satunya program film masuk desa. Dari 1.200 kecamatan, ada 7.643 desa. Film-film Indonesia akan didatangkan ke sana, termasuk mengundang para sineas dan menggelar acara dialog.

“Pada dasarnya kami selalu sepakat dengan Komisi X DPR RI,” kata Maman. (*)