Tempo.Co

Aset BPJS Kesehatan Bisa Tutupi Defisit
Jumat, 02 Juni 2017
Aset BPJS Kesehatan Bisa Tutupi Defisit

Aset Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebetulnya bisa digunakan untuk menutup defisit keuangan yang sedang membelit. Sayangnya, BPJS Kesehatan belum pernah menginformasikan seberapa besar aset yang dimilikinya saat ini kepada DPR.

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Okky Asokawati, mengkritik manajemen keuangan BPJS Kesehatan yang selalu melaporkan defisit. Selama ini, Kata Okky, BPJS Kesehatan hanya melaporkan defisit dari sudut besarnya klaim yang lebih besar daripada iuran masuk. Padahal BPJS juga punya aset berupa surat berharga, deposito, obligasi, saham, dan reksadana.

“Selama RDPU (rapat dengar pendapat umum) dengan Komisi IX DPR, BPJS Kesehatan belum pernah memberikan keterangan bagaimana posisi asetnya saat ini,” ujarnya dalam rilis, yang diterima, Jumat, 2 Juni 2017. Satu-satunya cara yang dapat ditempuh BPJS Kesehatan untuk menutupi defisitnya adalah dengan mengontrol biaya klaim dan manajemen selama iuran kepesertaan belum bisa menyesuaikan nilai keekonomian.

Politikus PPP ini mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menemukan 14 indikator keuangan BPJS Kesehatan yang berpotensi dimanipulasi atau terjadi kecurangan (fraud). Salah satu potensi fraud itu adalah diagnosis penyakit dan pengobatannya, termasuk lamanya rawat inap. Seperti diketahui, setiap tahun, BPJS Kesehatan mengalami defisit. Pada 2015, BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 6,23 triliun serta 2016 sebesar Rp 8,6 triliun. Bahkan defisit pada 2018 diprediksi mencapai Rp 10,05 triliun.

“Untuk meminimalisasi potensi fraud tersebut, maka BPJS Kesehatan perlu membuat peraturan atau law enforcement kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang ditemukan melakukan penyimpangan. Komunikasi pihak pelayanan kesehatan dengan para verifikator juga harus jelas dan terukur,” katanya.

Selain itu, BPJS mempunyai aset imbal balik (return of investment) yang diterima setiap tahun. Paling tidak, kata Okky, rata-rata imbal balik dari pengembangan aset yang diterima pada kisaran 8-10 persen setiap tahun. “Tentu kita menginginkan imbal balik pengembangan aset ini digunakan untuk kepentingan peserta dan menutupi defisit,” ucapnya.

Okky juga menuturkan pernah meminta BPJS Kesehatan melampirkan laporan hasil pengembangan aset yang dimiliki saat RDPU di Komisi IX akhir Mei lalu. “BPJS Kesehatan sudah mengembangkan sistem iMAPS (integrated management of asset and procurement system), maka transparansi manajemen dan operasional BPJS Kesehatan harus lebih transparan,” tuturnya.(*)