Tempo.Co

Anggota Komisi IV Soroti Ketidakvalidan Data Pangan
Senin, 05 Juni 2017
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian harus masuk pada wilayah bagaimana melakukan verifikasi data pangan secara riil.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ichsan Firdaus meminta klarifikasi soal data pangan yang tidak valid kepada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian. Menurut Ichsan, data pangan yang tidak valid ini sudah bertahun-tahun tidak pernah ada penyelesaiannya.

"Saya mendengar Badan Pusat Statistik (BPS) sudah melakukan moratorium terhadap data pangan kita karena ada kesimpangsiuran mengenai data pangan kita," ujar Ichsan dalam rapat dengar pendapat dengan Balitbang Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kehutanan di Ruang Rapat Komisi IV, Kompleks Senayan, Senin, 5 Juni 2017.

Ia mengatakan banyak para akademisi yang juga mengatakan bahwa data pangan itu simpang siur. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah bertanya tentang validitas data pangan. "Misalnya saja, betul tidak area persawahan irigasi kita seluas 8 juta hektare dari total luas sawah 14 juta hektare. Karena survei terkait data pangan kita ini bermasalah," ujarnya.

Saat berbicara mengenai indeks pertanaman atau produktivitas, menurut Ichsan, menggunakan survei ubinan, yang sangat rentan biasnya. Kemudian terkait dengan berapa data produksi, persoalannya juga banyak sekali biasnya. "Ini mengakibatkan perkiraan produksi, misalnya ketika kita bicara jagung saja bahwa kita akan swasembada 2017, banyak sekali peternak kecil ribut dan bertanya di mana jagungnya kalau memang betul ada. Artinya, problem kita adalah problem data pangan," ucapnya.

Karena itu, Ichsan mempertanyakan sejauh mana Balitbang Kementerian Pertanian terkait dengan soal validitas pangan itu. "Saya bertanya. Tadi pak Muhammad Syakir (Kepala Balitbang Kementerian Pertanian) menyampaikan data pangan kita secara statistik ditangani Pusdatin (Pusat Data dan Informasi). Namun Pusdatin kan hanya menerima data saja," ujarnya.

Ichsan juga mengatakan mendapat informasi dalam pengambilan data pangan, hampir 70 persen data itu bersumber dari Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten. "Padahal, kita punya teknologi, misalnya data itu bisa diambil menggunakan GPS atau Drone. Kenapa Balitbang Kementan tidak melakukan itu," katanya.

Menurut Ichsan, kalau data pangan yang dimiliki salah, perencanaannya juga akan salah. "Saya khawatir, jika kemudian kita mau bicara soal swasembda jagung, dalam kenyatannya kita akan ekspor jagung. Itu karena memang datanya salah karena berasal dari mekanisme pengambilan data yang salah juga," ujarnya.

Karena itu, Ichsan meminta agar Balitbang Kementerian Pertanian masuk pada wilayah bagaimana melakukan verifikasi data pangan secara riil. "Ini persoalan menahun kita. Tapi, kenapa tidak diselesaikan. Kita punya teknologi, punya perangkat, kan kelihatan itu mana sawah dan bukan sawah. Kenapa Balitbang Kementan tidak fokus pada itu. Kita selesaikan 2017 ini bahwa data pangan kita harus betul-betul valid, clear, dan metodologinya bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya. (*)