Tempo.Co

Pemerintah Didesak Bentuk Badan Pangan Nasional
Kamis, 08 Juni 2017
Pembentukan Badan Pangan Nasional diharapkan bisa memberantas praktek kartel di sektor perdagangan.

Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk segera membentuk Badan Pangan Nasional sehingga negara dapat hadir dalam menstabilkan harga komoditi pangan strategis. Kementerian Perdagangan juga diminta untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan badan terkait lainnya dalam mempercepat terbentuknya Badan Pangan Nasional, yang mengatur tata niaga serta produksi pangan nasional.

“Pembentukan Badan Pangan Nasional diharapkan bisa memberantas praktek kartel di sektor perdagangan dan ini sudah menjadi amanat undang-undang,” kata Anggota Komisi VI DPR Eka Sastra saat rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 5 Juni 2017.

Menurut politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu, terlepas dari segala kerja keras dan keinginan menstabilkan harga, banyak variabel yang berada di luar kontrol serta bukan domain dari Kementerian Perdagangan turut menentukan pembentukan harga, seperti jumlah produksi, musim, pajak, dan izin impor dari kementerian lain.

Eka mengatakan, meski adanya badan seperti ini, belum tentu menjamin dan mampu mengontrol produksi dan tata niaga, terlebih jika tidak ada. Karena itu, ia meminta kepada Menteri Perdagangan untuk mengkoordinasikannya dengan kementerian lainnya, terutama Kementerian Pertanian berdasarkan undang-undang yang ada agar secepatnya dibentuk BPN ini. “Tanpa badan ini, kejadian akan  terus seperti sekarang. Banyak variabel yang tidak mungkin terkontrol karena mereka menguasai market power dan market share. Paling yang bisa diberikan adalah hukuman. Tapi, seberapa efektif hukuman dalam terjadinya pembentukan harga, apakah sanksi-sanksi ini bisa menyelesaikan persoalan harga?” ucapnya.

Selain itu, terkait dengan Badan Urusan Logistik (Bulog), Eka menginginkan agar tugas Bulog ditingkatkan. Bukan hanya fokus pada beras, tapi komodoti pangan strategis lainnya. Menurut Eka, Bulog telah mengalami pelemahan semenjak Indonesia menandatangani perjanjian dari beberapa bahan pokok. Kemudian hanya fokus pada beras dan meninggalkan komoditi lain.

Pada saat yang bersamaan, ketika ada masalah seperti kenaikan harga yang meresahkan masyarakat dan ketika Kementerian Perdagangan dan Bulog ditanyakan soal harga gula, daging, dan lainnya, mereka sudah tidak  mempunyai instrumen untuk mengatur harga di sini. “Negara harus hadir dalam persoalan ini. Saya menegaskan, mungkin sebaiknya kita mengembalikan dan meningkatkan peran Bulog sebagai salah lembaga pengendali harga yang tidak hanya fokus pada beras, tapi pada beberapa komoditi yang tentu saja dengan komponen yang berbeda,” katanya.

Hal ini bertujuan agar ada instrumen yang bisa mengontrol pasar. “Jangan lagi monopoli, tapi minimal stok ada 30 persen yang kita ukur dengan baik, sehingga bisa mengontrol pasar dan tidak lagi kalah dengan kelompok-kelompok usaha besar. Mudah-mudahan bisa ditingkatkan koordinasi terkait dengan pembentukan Badan Pangan Nasional dan mngembalikan peran Bulog bukan lagi fokus pada beras, tapi pada beberapa komoditi sangat strategis yang sangat mempengaruhi hajat hidup orang banyak,” ucapnya. (*)