Banyak daerah terpencil di Indonesia tidak memiliki sarana pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional. Kenyataan ini menjadi tugas besar para pemangku kebijakan di sektor pendidikan. Demikian disampaikan Ketua Tim Kunjungan Kerja Panitia Kerja (panja) Evaluasi Pendidikan Dasar dan Menengah Komisi X Dewan Perwakilan Daerah Abdul Fikri Faqih, Medan, Sumatera Utara, Kamis, 8 Juni 2017.
Pertemuan dengan otoritas pendidikan setempat itu digelar di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Sumatera Utara. Keluhan selama menyelenggarakan pendidikan disampaikan para kepala sekolah dan kepala dinas. "Pelaksanaan program pendidikan dasar menengah yang tidak terintegrasi dan berkelanjutan mengakibatkan banyak anak-anak Indonesia putus sekolah sebelum menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, sehingga angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah cenderung tidak terjadi peningkatan," ujar Fikri.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara mengatakan ada satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Nias yang hanya memiliki satu pegawai negeri sipil, yaitu kepala sekolahnya sendiri. Sedangkan, semua gurunya berstatus honorer. Para kepala sekolah juga mengeluhkan minimnya dana bantuan operasional sekolah (BOS). Ini menjadi temuan berharga bagi tim panja yang berkunjung ke Sumatera Utara. Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) memang ingin melihat dari dekat persoalan yang membelit dunia pendidikan di daerah.
Fikri mengatakan tujuan kunjungan panja ke Sumatera Utara di antaranya mengawasi kebijakan penyelenggaraan program dikdasmen dan mengevaluasi standar pengelolaan dikdasmen sehingga menghasilkan lulusan yang berwawasan kebangsaan. Selain itu, memetakan kondisi dikdasmen sekaligus mengevaluasi peta jalan dikdasmen untuk lima sampai 10 tahun ke depan.(*)