Tempo.Co

May Day dan Keberpihakan Pemerintah
Kamis, 28 April 2016
Diskusi Dialektika Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian RI Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2015-2016 di Kompleks Parlemen, Jakarta (28/4)

Menyambut May Day pada 1 Mei, yang secara internasional diperingati sebagai Hari Buruh, Media Center DPR, lewat agenda Dialektika Demokrasi, mengangkat tema diskusi “May Day dan Negara”. Acara ini digelar di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, 28 April 2016. Hadir sebagai narasumber diskusi, anggota Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka; Dewan Pengawas BPJS dari unsur pekerja, Eko Darwanto; dan Prof Siti Zuhro dari LIPI.

Terkait dengan buruh dan negara, Rieke menyoroti badan usaha milik negara (BUMN) supaya menjadi garda depan penegakan aturan ketenagakerjaan. “BUMN bisa menjadi contoh, tapi sangat disayangkan masih banyak yang tidak melaksanakan aturan ketenagakerjaan secara baik dan rapi. Jika BUMN tidak rapi, sangat tidak fair kalau hanya perusahaan swasta yang dituntut melaksanakan peraturan ketenagakerjaan, terutama meningkatkan upah para buruhnya,” tuturnya.

Sementara itu, Siti Zuhro menyodorkan pemikiran tentang pola relasi perusahaan dan pekerja yang harus dibenahi dengan melibatkan pemerintah. “Dulu, masa orde baru, keberpihakan pemerintah pada pengusaha. Di era demokrasi ini, akan sangat ironis jika pemerintah masih tidak berpihak kepada pekerja,” ucapnya.

Namun, menurut  Siti Zuhro, jangan sampai keberpihakan pemerintah merusak iklim investasi. “Dari sisi pekerja, pemerintah, dan pengusaha, harus ada fairness dan kebijakan yang masuk akal. Perspektif keadilan harus ada sehingga ada pola relasi yang saling empowering,” tuturnya.

Siti Zuhro berpesan, momen ini jangan dipolitisasi. “Jangan dipolitisasi lagi. Seharusnya May Day kali ini menjadi starting point kebangkitan pekerja, bukan dipolilitisasi,” katanya.  Sementara itu, Rieke menyatakan, kritik bukan kepada pemerintah saja, melainkan seluruh elemen, tidak hanya kepada pengusaha, tapi juga pekerja.

Melihat komitmen pemerintah, pada Mei 2014, lahir piagam perjuangan Marsinah sebagai bagian janji kampanye Joko Widodo. “Namun pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. DPR harus mengawal dan hadir agar eksekutif tidak lupa,” tutur Siti Zuhro. Sedangkan Eko Darwanto berharap, peran legislatif dan eksekutif ialah menyadarkan perusahaan dan pekerja agar lebih harmonis.

DPR, menurut Rieke, harus mendorong integrasi kerja kementerian terkait. “Mari mendoromg Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan,  Kementerian Perdagangan, agar terintegrasi dalam merumuskan solusi masalah ini,” ucap Rieke. (*)