Tempo.Co

Panja RTRWP Komisi IV Tekankan Poin Penting Alih Fungsi Hutan
Selasa, 13 Juni 2017
Panja RTRWP Komisi IV Tekankan Poin Penting Alih Fungsi Hutan

“Penting untuk mengedepankan azas free, clean, and clear dalam penetapan perubahan alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan APL (area penggunaan lain),” ujar anggota Panitia Kerja (Panja) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Komisi IV DPR, Azhar Romli. Hal tersebut dikemukakan di sela-sela kunjungan kerja spesifik Panja RTRWP Komisi IV ke Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka-Belitung, Kamis, 8 Juni 2017.

Menurut data yang dihimpun pihak kehutanan setempat, kata dia, terdapat kawasan hutan lindung seluas 4.400 hektare yang masih belum alih fungsi. “Padahal, hasil tinjauan lapangan Panja RTRW Komisi IV DPR, didampingi pemerintah daerah dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menunjukkan sebagian besar hutan lindung tersebut berada di permukiman,” tuturnya.

Azhar menjelaskan, status hutan lindung ditetapkan pada 1986. “Sedangkan masyarakat sudah bermukim lebih dari 40 tahun, bahkan sudah ada infrastruktur sekolah, puskesmas, kantor kepala desa, dan sebagainya,” katanya.

Beberapa lokasi yang ditinjau langsung Panja RTRWP Komisi IV DPR, antara lain Desa Juru Seberang, Kecamatan Tanjung Pandan; Sekolah Dasar Negeri 14 Badau di Jalan Sungai Samak, Kecamatan Badau; serta area Pelabuhan Tanjung Batu dan kawasan Pantai Gusong Bugis, yang menjadi lokasi Kemah Budaya Nasional pada September lalu.

“Sudah saatnya DPR memutuskan persetujuan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menetapkan ini menjadi kawasan hutan APL sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang sudah mendiami area tersebut puluhan tahun secara turun-temurun,” ucapnya.

Selanjutnya, Panja akan melakukan pemantapan dan pengkajian lebih lanjut dari hasil kunjungan kerja. Kemudian akan melakukan raker dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Selain Bangka-Belitung, ada 7 provinsi yang belum clear and clean terhadap RTRWP,” ujar legislator dari daerah pemilihan Bangka-Belitung ini.

“Kompetensi RTRWP yang DPCLS (dampak penting cakupan luas dan strategis) ini ada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta DPR. Kami mengimbau masyarakat untuk bersabar karena DPR sedang bekerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memverifikasi semua ini. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, tahun sidang ini, Pulau Bangka-Belitung dengan luas total kawasan hutan lindung sekitar 4.400 hektare bisa ditata,” tuturnya.

Adapun Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Belitung Nazalyus mengungkapkan, dari 4.452 hektare usul RTRWP Bangka-Belitung, 80 persen di antaranya sudah menjadi permukiman penduduk. Sedangkan sebagian lain tidak bisa langsung diubah statusnya karena ada izin tambang yang diterbitkan pada 1980-an dan masih berlaku.

“Penentuan tata batas yang salah ketika dulu melakukan pemetaan wilayah menjadi salah satu sebab tumpang-tindihnya status wilayah pemukiman dengan kawasan hutan lindung di Provinsi Bangka-Belitung,” ucapnya.

Kepada warga, dia meyakinkan bahwa struk (bukti) pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dimiliki masyarakat sudah menjadi bukti kuat kepemilikan lahan. “Namun demikian, akibat ketidakjelasan status wilayah di Bangka-Belitung, beberapa kantor bupati tidak berani merehabilitasi gedungnya yang sudah rusak,” katanya. (*)