Komisi X DPR mengadakan rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy beserta jajarannya di ruang kerja Komisi X, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 13 Juni 2017. Rapat ini membahas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) 2018.
Anggota Komisi X DPR, Nuroji, menyoroti program prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai vokasi dan peningkatan kualitas guru. Menurut dia, untuk tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK), masih banyak angka yang tidak menunjukkan kualitasnya. Di dalam akreditasi, SMK baru mencapai 62 persen. "Dari sisi keberadaan atau sekolah-sekolah yang ada, terutama sekolah swasta, banyak sarana dan prasarana yang tidak memadai," tuturnya.
Karena itu, Nuroji mempertanyakan apakah Kementerian memiliki program untuk pemenuhan sarana dan prasarana bagi pendidikan vokasi serta yang berkualitas. "Nah, sebagian masalah SMK adalah masalah sarana dan prasarana. Sedangkan dari sisi pembiayaan, pemerintah pusat masih memprioritaskan sarana dan prasarana untuk daerah tertinggal saja. Lalu SMK mau diserahkan ke provinsi. Kira-kira, bagaimana kebijakan pusat untuk membantu sarana dan prasarana di daerah-daerah tertinggal tadi," ucapnya.
Kalau itu tidak dilakukan, kata Nuroji, program untuk memprioritaskan vokasi akan sulit tercapai. "Sebab, banyak sekolah-sekolah tadi yang sebetulnya tidak mampu membangun sekolah dengan segala sarana dan prasarananya, tapi dipaksakan. Di sisi lain, pemerintah daerah juga tidak mampu membantu pembiayaannya," katanya.
Sehingga dia mengusulkan adanya satu kebijakan tersendiri untuk vokasi jika memang menjadi prioritas di Kementerian. "Jadi, dari segi prasarana, saya kira tidak bisa semuanya diserahkan kepada provinsi," ujarnya.
Secara anggaran, dia juga melihat prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal peningkatan kualitas guru belum tercermin dalam RKP. Demikian pula untuk implementasi Undang-Undang Kebudayaan, belum ada suatu perhatian khusus dari Kementerian terkait dengan anggaran kebudayaan.
Di sisi lain, menurut Nuroji, pelaksanaan otonomi pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, perlu dikaji. Sebab, masih banyak persoalan di daerah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, utamanya soal dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang terlambat. "Perlu ada regulasi tambahan untuk memperlancar BOS turun ke daerah-daerah," katanya.
Dalam paparannya kepada Komisi X, Muhadjir mengutarakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian pada 2018 adalah peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan vokasi, pemenuhan sarana dan prasarana, pendidikan vokasi yang berkualitas, serta peningkatan kualitas pendidikan vokasi. Dalam pagu indikatif RAPBN 2018, Kementerian mengalokasikan anggaran Rp 1,79 triliun untuk peningkatan penguatan vokasi. Sedangkan total pagu indikatif Kementerian dalam RAPBN 2018 mencapai Rp 40,92 triliun atau naik 3,90 persen dari 2017 sebesar Rp 38,58 triliun. (*)