Tempo.Co

Menhan Ajukan Anggaran Bela Negara ke Komisi I
Kamis, 15 Juni 2017
Menhan Ajukan Anggaran Bela Negara ke Komisi I

Dalam rapat kerja tertutup antara Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat serta Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, Kamis, 15 Juni 2017, Ryamizard Ryacudu mengajukan anggaran untuk program bela negara. Hal tersebut diutarakan anggota Komisi I DPR, Andreas Hugo Pareira.

"Topik utama rapat hari ini membahas tentang anggaran di Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI. Juga isu soal keterlibatan TNI dalam Undang-Undang Anti-Terorisme serta program aksi bela negara," tuturnya.

Selama ini, kata Andreas, telah terjadi dikotomi antara TNI dan Kepolisian RI terkait dengan tugas dalam memberantas terorisme. "Saya kira ini tidak benar juga. Menghadapi terorisme adalah tugas seluruh stakeholder bangsa, termasuk TNI dan Polri," katanya.

Terkait dengan hal itu, keterlibatan TNI sudah diatur dalam Undang-Undang TNI yang menyangkut operasi militer selain perang. "Sekarang tinggal bagaimana mengelaborasi itu menjadi lebih detail dalam Undang-Undang Anti Anti-Terorisme yang sedang dibahas saat ini. Dengan demikian, pengaturannya menjadi lebih jelas," ujarnya.

Adapun mengenai program bela negara, menurut Andreas, Ryamizard meminta program tersebut tidak hanya difokuskan dalam menghadapi isu bangkitnya komunisme. "Memang kita tahu bahwa apa yang menyangkut persepsi ancaman komunisme ini perlu didefinisikan lebih hati-hati sehingga jangan sampai itu kemudian menjadi isu adu domba di antara kita. Sedangkan kita juga tahu bahwa ada ancaman-ancaman di dekat kita yang harus dihadapi. Karena itu, kalau bela negara ini hanya dikaitkan dengan isu persepsi ancaman mengenai komunisme, saya kira ini bisa melencengkan arti bela negara. Karena itu, perlu ada definisi yang lebih spesifik tentang bela negara," ucapnya.

Di sisi lain, soal keterlibatan TNI dalam ketahanan pangan, Andreas mengatakan hal tersebut tidak banyak diketahui masyarakat, tapi sudah berjalan di lapangan dalam bentuk nota kesepahaman antara Menteri Pertanian dan Menteri Pertahanan. "Ini perlu diluruskan. Jangan sampai hal tersebut mengganggu fungsi utama TNI. Apakah ini masih merupakan bagian operasi militer selain perang? Ini bisa positif, tapi bisa menjadi masalah ketika kita bicara dalam konteks ketatanegaraan. Karena itu, perlu diluruskan," tuturnya. (*)