Pengembangan ekonomi kreatif di bidang kuliner sangat menjanjikan. Banyak jenis, bentuk, dan varian yang bisa dikembangkan dalam usaha ini. Hal tersebut dikatakan anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Nuroji di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 14 Juni 2017.
“Saya mendorong agar ada kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi yang melakukan berbagai kegiatan yang dapat digolongkan dalam ekonomi kreatif. Sebab, di sana banyak sekali hasil-hasil penelitian yang belum diindustrikan atau dibuat produknya,” ujarnya.
Menurutnya, sangat bagus bila produk hasil penelitian perguruan tinggi tersebut dapat dilepas atau dijual ke industri. “Hal itulah yang perlu digali Bekraf untuk menumbuhkan sektor ekonomi kreatif, seperti kuliner,” ucapnya.
Namun dia melihat ada juga sektor kegiatan yang belum jelas pengkategoriannya, apakah termasuk sektor industri rumahan, industri kreatif, atau industri kecil. Misalnya, dia mencontohkan, usaha industri bidang logam di daerah Tegal. “Nah, ini termasuk industri apa? Ini harus diperjelas supaya tidak tumpang tindih program antara Kementerian Perindustrian dan Bekraf. Jika termasuk ke Bekraf, perlu dikembangkan juga segi pemasarannya, terutama kepada industri besar. Sedangkan dengan Kementerian Dalam Negeri juga perlu dibangun kerja sama dalam hal menetapkan kebijakan daerah soal siapa counterpart atau dengan dinas mana yang menjadi counterpart bagi ekonomi kreatif di daerah itu,” tuturnya.
Nuroji mengatakan, jika nanti industri kecil menjadi bagian dari industri kreatif, komponen-komponen kecil pendukung produknya bisa dibuat industri rumahan, seperti yang telah diterapkan di Cina. “Itu bisa menumbuhkan sektor industri kreatif kita,” katanya.
Selain itu, ada jenis kegiatan perdagangan yang aktif dan nilainya besar, seperti perdagangan di bidang barang antik, jadul, dan vintage. Barang yang termasuk kategori antik adalah yang bersifat klasik dan bernilai sejarah, sedangkan kategori barang jadul belum tentu antik, tapi hanya mengandung nilai sejarah. Sedangkan kategori barang vintage adalah yang mengandung kedua unsur tersebut.
“Di luar negeri, barang vintage menjadi satu produk unggulan yang dimasukkan ke ekonomi kreatif. Sedangkan di negara kita, hal ini masih belum dilakukan. Ini perlu dimasukkan ke kategori ekonomi kreatif. Sebab, itu bisa menjadi hal menarik dan banyak peminatnya. Pemerintah bisa menyiapkan pasar-pasar yang menjual produk-produk itu dan bisa dikelompokkan dalam satu rumpun dengan pasar seni,” ujarnya. (*)