Pada 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi
Di sela-sela kunjungan kerja ke Korea Selatan menghadiri 2nd Meeting of Speaker of Eurasian Countrie's Parliament, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengunjungi Transparansi Internasional Korea di Seoul 26/7 kemarin. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh masukan terkait pemberantasan korupsi di Korea Selatan.
Dalam pengantarnya, Fahri Hamzah mengatakan bahwa Korea merupakan salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.
"Pada sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi. Ini yang ingin ketahui prosesnya" urai Fahri. Fahri membandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia, di mana telah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun selama 15 tahun bekerja belum berhasil menjadikan Indonesia bebas dari korupsi.
Pada kunjungan tersebut, rombongan DPR RI disambut oleh Mr. Han Beom You, ketua Tranparansi Internasional Republik Korea. Fahri Hamzah yang didampingi oleh salah satu anggota BKSAP Nurhayati Monoarfa, tampak terkesan dengan kantor Tranparansi Internasional yang cukup sempit dan bersahaja. "Transparansi Internasional inilah yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea. Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi", papar Fahri.
Dalam penjelasan Han, terungkap bahwa tahun 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi. Sama dengan KPK di Indonesia, Kemudian pada tahun 2003, dibentuk lembaga anti korupsi Korea yang disebut KICAK. Lembaga ini melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi. Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICAK memberikan laporan ke Kepolisian. Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.
Pada tahun 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission). Lembaga ini merupakan gabungan dari lembaga yang ada sebelumnya yaitu KICAK atau the Korea Independent Commission Against Corruption, Ombudsman dan the Administrative Appeals Commission atau AAC. Pembentukan ACRC ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan terintegrasi di antara lembaga negara.
Menutup pertemuan tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi terhadap DPR. "Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerjasama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor", ungkap Fahri. Dia berharap ke depan akan dapat diformulasikan sistem pemberantasan korupsi yang bisa bekerja lebih baik di Indonesia.(*)