Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kordinator Politik dan Keamanan Fadli Zon mengatakan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (Pansus RUU Pemilu) akan menuntaskan lima isu krusial dalam pembahasan RUU paling lambat pada 20 Juli 2017.
“Pansus harus menemukan kesepakatan lima isu itu. Kalau tidak bisa dengan mufakat, ya, voting. Paling lambat 20 Juli, tidak boleh lebih,” ujarnya di gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Juli 2017.
Salah satu isu krusial yang belum menemukan kesepakatan dalam pembahasan RUU Pemilu adalah mengenai syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT). Fadli mengusulkan agar PT harus nol persen atau dihapus. Menurutnya, itu merupakan konsekuensi dari pemilihan umum presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg) yang akan digelar serentak mulai 2019 mendatang. “Yang paling ngotot masalah presidential threshold kan pemerintah. Sudah jelas-jelas serentak, tapi masih memaksakan presidential threshold. Ini tidak masuk akal, tidak nalar,” ucapnya.
Logikanya, kata Fadli, jika pelaksanaan pilpres dan pileg berlangsung serentak, tidak ada lagi ambang batas presiden atau zero, bahkan harus dihapuskan. Sebaliknya, menurut Fadli, harus ada peningkatan untuk ambang batas parlemen (parliamentary threshold). “Ini termasuk yang paling diperdebatkan, dan kelihatannya pemerintah memaksakan ambang batas presiden 20 persen,” ujarnya. Dia menilai tarik-menarik antara DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU Pemilu terjadi karena ada kecenderungan pemerintah yang menginginkan munculnya calon presiden dan wakil presiden tunggal. “Kita dalam konstitusi boleh atau berhak untuk memilih dan dipilih. Jadi setiap WNI tidak boleh dipersulit untuk dipilih, jangan dibikin seolah-olah calon tunggal,” tuturnya.
Selain masalah presidential threshold, empat masalah lain yang masih mengganjal dalam pembahasan RUU Pemilu adalah soal ambang batas parlemen, sistem pemilu, besaran daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi di DPR. (*)