Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon membuka forum diskusi nasional membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Function Room Gedung DPR lantai 2, Kamis, 6 Juli 2017.
Diskusi juga dihadiri narasumber lain, yakni Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah, Ketua Panitia Kerja RUU KUHP dan KUHAP DPR Benny K. Harman, Ketua Asosiasi Hukum Pidana KUHP dan KUHAP Andi Hamzah, serta pakar hukum pidana, Syaiful Bakhri dan Eva Achjani Zulfa.
Diskusi nasional yang diselenggarakan DPR ini bertujuan menindaklanjuti pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP dan KUHAP. Beberapa pihak menilai revisi sudah sangat mendesak untuk dipercepat pembahasannya. Harapannya, diskusi ini dapat menghasilkan poin-poin penting dalam revisi KUHP dan KUHAP.
Banyaknya tumpang tindih peraturan dan perundangan ditengarai sebagai salah satu alasan mendasar yang hanya dapat diselesaikan dalam RUU KUHP dan KUHAP. Untuk mempercepat proses pembahasan, Fadli menilai penting bagi pemerintah melakukan konsolidasi pengaturan tindak pidana khusus dalam revisi KUHP bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan seluruh lembaga terkait.
“Mengingat KUHP dan KUHAP adalah dasar hukum negara yang sangat penting, maka pasal-pasalnya harus sedetail mungkin agar tidak terjadi penafsiran bebas oleh aparat di lapangan” ujar Fadli.
Dalam perkembangannya, polemik pembahasan RUU ini dapat diklasifikasikan pada dua aspek, yaitu aspek teknis dan substantif. Menurut Fadli, aspek substantif menjadi urgensi RUU KUHP dan KUHAP.
Fadli menilai, sejauh ini, aspek substantif terkait dengan materi dalam pasal RUU masih menjadi perdebatan, seperti bagaimana pengaturan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP dan KUHAP, terkait dengan asas legalitas dalam pasal-pasal revisi KUHP, pidana mati, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, penyebaran kebencian kepada pemerintah, dan beberapa pasal yang menimbulkan perdebatan lain,” tuturnya.
“Pasal-pasal pidana lain yang dianggap khusus, seperti korupsi, terorisme, dan narkotik harus segera dibahas dengan melakukan konsolidasi pengaturan tindak pidana khusus dalam revisi KUHP bersama KPK, BNN, dan seluruh lembaga terkait” ucapnya.
Fadli menilai pembahasan revisi KUHP ditargetkan selesai periode ini, dengan catatan harus ada komitmen kuat dari beberapa pihak. "Harus ada kerja sama antara DPR dan pemerintah untuk membahas bersama dan menampung berbagai masukan sekaligus menyamakan presepsi" katanya.