Tempo.Co

Indonesia Butuh Pembaharuan Hukum Pidana
Kamis, 06 Juli 2017
Indonesia Butuh Pembaharuan Hukum Pidana

Pembaharuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus segera direalisasi. Hal ini mengemuka di kalangan akademisi dalam diskusi solusi nasional bertema "Quo Vadis RUU KUHP dan KUHAP" di Gedung DPR, Kamis, 6 Juli 2017. Diskusi ini menghadirkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan (DRP) Rakyat Fadli Zon dan Fahri Hamzah; Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang KUHP dan KUHAP DPR Benny K. Harman; Ketua Asosiasi Pakar Hukum Pidana KUHP dan KUHAP Andi Hamzah; pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa; serta pakar hukum pidana sekaligus Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri.

Menurut Eva, perlu dilakukan pembaharuan pada KUHP dan KUHAP Indonesia. Sebab, selama ini, sistem pemidanaan Indonesia agak mengganggu dan kacau. Misalnya, kasus penggelapan dan pencurian yang tidak tegas aturan hukumnya

“Tidak menghalangi pembaharuan hukum kita, tapi saya tetap mendorong dalam wacana kritis,” ujar Eva.

Pendapat senada juga disampaikan Andi. Menurutnya, pembaharuan hukum pidana nasional sangat penting.

Adapun Syaiful menilai Indonesia belum mempunyai hukum pidana nasional yang sesungguhnya. Hukum pidana yang ada selama ini, kata dia, merupakan warisan kolonial yang masih menjadi bagian penting bagi Indonesia.

“Sehingga Indonesia masih terjajah dalam berbagai situasi. Hukum pidana digunakan sebagai model intervensi politik,” ucapnya.

Menurut Syaiful, apabila terjadi pembaharuan dalam hukum Indonesia, watak hukumnya akan berubah menjadi membina. Menurutnya, selama ini, vonis bagi pelaku pidana di penjara tidak tepat. Idealnya, orang bersalah harus dihukum melalui pembinaan. “Tidak harus masuk dalam sistem lembaga pemasyarakatan,” tuturnya.

Sedangkan Benny mengakui pembahasan Rancangan Undang-Undang KUHP rumit dan dilakukan secara berkelanjutan dalam sebuah tim khusus.

Sementara itu, Fahri mengatakan cara memastikan hukum adalah melalui kepastian teks. Memang di dalamnya, menurut Fahri, akan ada politik hukum sehingga harus berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo agar tidak ada perbedaan penafsiran. Digelarnya seminar ini, kata Fahri, menunjukkan bahwa DPR siap mengakselerasi dan mengesahkan RUU KUHP dan KUHAP dalam sidang paripurna, yang kemudian Indonesia akan memasuki era baru dalam penegakan hukum.

“Ini akan menjadi abad baru bagi Indonesia,” ujarnya.