Tempo.Co

DPR Setujui Pelaksanaan APBN 2016
Selasa, 11 Juli 2017
Rapat pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 akan diadakan 18 Juli 2017.

Dalam rapat paripurna, Selasa, 11 Juli 2017, semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setuju agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2016 dibahas lebih lanjut ke tingkat selanjutnya untuk ditetapkan menjadi undang-undang. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan yang memimpin rapat paripurna mengatakan rapat selanjutnya untuk pengambilan keputusan persetujuan itu akan dilaksanakan pada 18 Juli 2017. 

Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Andreas Hugo Pareira, menyampaikan apresiasi kepada pemerintah yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam mengelola APBN 2016 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Hal ini sejarah pertama kali sejak 2004, pelaksanaan APBN mendapat opini WTP. Hal ini menunjukkan pemerintah sudah menjalankan dan memperhatikan rekomendasi BPK, sehingga APBN dapat dipertanggungjawabkan secara benar serta tepat kepada rakyat. PDIP mengapresiasinya," ujarnya.

Namun melihat realisasi pajak yang hanya tercapai 83,4 persen dari target APBN 2016, Fraksi PDI Perjuangan berpandangan bahwa pajak merupakan pilar utama dalam pembiayaan pembangunan nasional. "Karena itu, kami meminta pemerintah melakukan perencanaan target pajak secara jelas dan terukur karena pajak akan menjadi prioritas utama dalam menentukan belanja yang akan dibiayai ke depannya," ucapnya.

Andreas mengatakan pada tahun kedua, pemerintah sangat gencar membangun infrastruktur yang membutuhkan biaya besar, namun setoran pajak saja tidak cukup untuk pembiayaan. Karena itu, dibutuhkan tambahan pembiayaan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Saat ini, SBN angkanya membengkak 11,62 persen atau sebesar Rp 42,3 triliun dari target.

"PDIP mendukung pemerintah membangun infrastruktur, tapi harus diingat bahwa struktur utang harus dikelola dengan baik agar tidak membebani keuangan negara ke depan," ujarnya.

Begitu juga dengan penyerapan belanja modal yang hanya 82,04 persen, PDIP berpandangan hal itu menyisakan catatan persoalan penyerapan anggaran belanja yang setiap tahun terjadi.

Hal senada disampaikan Fraksi Partai Golkar, yang juga mengapresiasi capaian opini WTP terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dari BPK. "Ini menunjukkan makin baiknya pengelolaan keuangan negara dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar juru bicara FPG, Ridwan Bae.

Tidak hanya itu, FPG mengapresiasi pemerintah yang berhasil menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan rasio gini pada 2016. Pada 2016, angka kemiskinan turun menjadi 10,9 persen, pengangguran turun menjadi 5,6 persen, serta kesenjangan yang tercermin dalam rasio gini turun menjadi 0,39 persen.

Terkait dengan utang pemerintah yang meningkat 9,6 persen, FPG mengatakan hal itu masih dalam batas aman. Namun mengenai tren peningkatan utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjadi dalam kurun lima tahun terakhir, FPG berpandangan bahwa itu menggambarkan kurang maksimalnya kemampuan belanja APBN dalam mengakselerasi pertumbuhan PDB.

"Dalam hal ini, Golkar meminta pemerintah meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara agar lebih berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat yang tercermin pada PDB," ucapnya.

Sedangkan Fraksi Partai Gerindra menyoroti mengenai ekonomi Indonesia yang selama 2016 hanya tumbuh 5,02 persen atau di bawah target APBN 2016 sebesar 5,2 persen. "Ini kurang memenuhi ekspektasi rakyat. Padahal, pemerintah telah diberi kesempatan untuk membelanjakan anggaran pembangunan hingga mencapai Rp 2000 triliun lebih sesuai postur APBN 2016," kata juru bicara Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan.

Heri mengatakan dengan makin besarnya anggaran pembangunan, seharusnya tidak hanya konstruksi dan investasi saja yang tumbuh positif, tapi keseluruhan perekonomian nasional dapat tumbuh serta berkualitas. "Itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi masih kurang kontribusinya terhadap persoalan bangsa," ujarnya.

Fraksi Partai Gerindra mencatat pengangguran cenderung naik dan kemiskinan makin dalam. "Artinya, pertumbuhan yang ada selama ini belum memberi perbaikan yang signifikan atas masalah pengangguran," katanya.

Gerindra juga meminta pemerintah agar bersungguh-sungguh mendorong sektor pertanian. "Pembangunan infrastruktur yang digadang-gadang pemerintah harus memberi kemudahan bagi usaha pertanian," tuturnya. (*)