Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan harus diarahkan untuk kepentingan nasional dan berpihak pada kesejahteraan petani tembakau. Hal ini disampaikan anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pertembakauan Dewan Perwakilan Rakyat Mukhamad Misbakhun.
"Kita harus bicara kepentingan nasional. Kontribusi penerimaan negara sektor pertembakauan, baik dari cukai hasil tembakau maupun pajak mencapai Rp200 triliun,” kata Misbakhun saat rapat dengar pendapat umum Pansus RUU Pertembakauan dengan para stakeholder pertembakauan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Juli2017.
Misbakhun menyampaikan polemik RUU Pertembakauan cukup menyita konsentrasi.Sebagai inisiator RUU Pertembakauan, menurutMisbakhun, DPR kerap menjadi sasaran kritik apabila kerja untuk rakyat. Sedangkan di sisi lain, kata Misbakhun, apabila bekerja bagi asing, justru dipuji-puji.
Politikus dari Partai Golkar ini menjelaskan, sebelumnya tidak ada undang-undang yang melindungi sektor pertembakauan, baik itu petani tembakau maupun industri hasil tembakau nasional. Ia juga menyampaikan, saat DPR membahas RUU Pertembakauan, yang terjadi DPR justru dituduh main mata dengan industri rokok. Misbakhun mengaku heran adanya dorongan kelompok antitembakau yang meminta petani tembakau beralih profesi dengan menanam tanaman lain.
"Kalau petani tembakau diminta beralih profesi, apakah kalangan dokter bersedia juga beralih profesi menjadi tukang ojek, misalnya. Itu logika kalangan antitembakau yang tidak masuk akal," ucapnya.
Demi kepentingan nasional, ia mengatakan tidak akan bersedia menggadaikan kesejahteraan rakyat dengan agenda kepentingan asing. Menurut Misbakhun, kalau berbicara pertembakauan pada saat panen, harga tembakau petani tidak jatuh. Selain itu, ada penyuluhan bagi petani dan perlu riset dari pemerintah, sehingga menghasilkan tembakau yang bagus. "Stakeholders pertembakauan butuh perlindungan mengingat belum ada regulasi yang melindungi mereka. Karena itu, diperlukan RUU Pertembakauan," katanya. (*)