Badan Keahlian DPR RI melakukan kajian pasca ditetapkannya Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Badan Keahlian DPR RI Johnson Rajagukguk dalam acara jumpa pers bersama Pimpinan DPR di Ruang Rapat Pimpinan, Selasa, 18 Juli 2017, mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebenarnya sudah diatur mengenai pemberhentian Pimpinan DPR. "Dalam pasal 87, dengan tegas dikatakan bahwa Pimpinan DPR diberhentikan karena tiga alasan," ujarnya.
Ketiga alasan itu, kata Johnson, adalah jika pimpinan meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan. Dia menuturkan kalau Pimpinan DPR misalnya tersangkut hukum, maka di dalam pasal 87 ayat 2 khususnya huruf c, sudah diatur bahwa pemberhentian itu bisa dilakukan manakala telah ada putusan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan penjara lima tahun atau lebih.
"Nah, karena ini masih tersangka, tentu tidak ada pengaruh terhadap kedudukan Pak Novanto selaku Ketua DPR. Ini yang perlu kami sampaikan secara tegas sesuai dengan Undang-Undang MD3," ucapnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pimpinan DPR juga sudah mengadakan rapat untuk menyamakan persepsi bagamana melihat situasi ini dari sisi perundang-undangan yang ada dan aturan mekanisme di DPR. "Pada intinya, sesuai Undang-Undang MD3, adalah hak tiap anggota DPR dalam tiap proses hukum untuk tetap menjadi anggota sampai ada keputusan akhir dari pengadilan," ucapnya.
Untuk pimpinan, kata Fadli, sejauh tidak ada perubahan dari partai atau fraksi sebagai perpanjangan tangan partai politik yang mengusung, maka tidak akan ada perubahan juga dalam konfigurasi kepemimpinan di DPR RI. "Sehingga, boleh disimpulkan bahwa pimpinan DPR RI tetap seperti sekarang ini," katanya.
Sementara, Ketua DPR Setya Novanto mengatakan akan mengikuti dan taat pada proses hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Namun, sampai hari ini saya masih belum menerima surat hasil putusan tersebut dan pagi-pagi saya sudah mengirimkan surat kepada pimpinan KPK untuk meminta agar segera mengirim surat putusan saya sebagai tersangka," katanya.
"Dan setelah menerimanya, saya tentu akan merenung dengan baik-baik dan akan mengkonsultasikan dengan kuasa hukum. Saya percaya Allah Subhanahu wa Ta'alap yang tahu apa yang saya lakukan, dan InsyahAllah apa yang dituduhkan itu semuanya tidak benar. Itu nanti kita lihat dalam proses-prose hukum selanjutnya," kata Novanto. (*)