Tempo.Co

Tujuh Prinsip RUU Perlindungan TKI Disepakati
Rabu, 19 Juli 2017
DPR dan pemerintah sepakat akan ada badan khusus yang bertugas dalam bidang perlindungan pekerja migran.

Panitia Kerja (Panja) Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri, dan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid menyepakati tujuh isu krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN).

Rapat ini dipimpin Ketua Komisi IX Dede Yusuf M. Effendi, didampingi Wakil Ketua Komisi IX Syamsul Bachri, Ermalena, dan Saleh Partaonan Daulay. Dede menyampaikan DPR dan pemerintah sepakat akan ada badan khusus yang bertugas dalam bidang perlindungan pekerja migran. Badan itu dibentuk presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Namun, dalam menyampaikan pertanggungjawabannya kepada presiden, badan itu harus berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan. "Mengenai keanggotaan badan ini, nantinya akan terdiri atas wakil dari kementerian terkait," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, belum lama ini.

Adapun tujuh kesepakatan tersebut di antaranya pertama, pembentukan atase ketenagakerjaan di semua negara penempatan. Atase ketenagakerjaan ini adalah bagian dari perwakilan Indonesia. Tugasnya adalah melakukan pendataan, verifikasi, market intelegent, serta berkoordinasi dengan negara penempatan. Dalam melaksanakan tugas, atase ketenagakerjaan dapat dibantu perwakilan Indonesia serta badan yang memiliki kewenangan diplomat dan menguasai bidang ketenagakerjaan.

Kedua, Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Ketiga, pembiayaan dengan prinsip zero cost. Komponen biaya tidak boleh dibebankan pada pekerja migran Indonesia. Kempat, yakni menyangkut fungsi pelaksanaan pusat pelayanan terpadu atau layanan terpadu satu atap. Nantinya, lembaga ini memberikan pelayanan sebelum dan setelah bekerja. 

Kelima, pemerintah pusat bertanggung jawab menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon pekerja migran Indonesia melalui pendidikan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab menginformasikan job order kepada pencari kerja. Pelaksana pusat pelayanan terpadu bidang pekerja migran bersama pemerintah pusat akan melakukan pendidikan dan pelatihan kerja.

Keenam, mengenai badan atau kelembagaan. Pelaksanaan tugas perlindungan pekerja migran indonesia dilaksanakan badan yang dibentuk presiden. Badan dipimpin kepala badan yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden serta berkoordinasi dengan menteri.

Badan ini merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan perlindungan pekerja migran Indonesia secara terpadu dan terintegrasi. Keanggotaan badan terdiri atas wakil-wakil kementerian atau lembaga terkait.

Ketujuh, pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia. Pelaksananya adalah pemerintah pusat, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, dan perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia untuk kepentingan perusahaan dan pekerja migran Indonesia perseorangan. 

Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah juga sepakat mengenai kejelasan pembagian tugas antara regulator (Kementerian Ketenagakerjaan) dan operator (BNP2TKI) dalam perlindungan TKI. Regulator nantinya memiliki beberapa tugas, seperti mengatur, membina, serta mengawasi penyelenggaraan dan penempatan buruh migran. Selain itu, melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak pekerja serta menghentikan atau melarang penempatan buruh migran ke negara tertentu. (*)