Panitia Khusus Angket Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerahkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang telah diterima Pansus pada Juni lalu, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pansus meminta hasil audit investigasi pertama itu ditindaklanjuti KPK.
Ketua Pansus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan laporan audit BPK itu meliputi perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja antara Pelindo II dan perusahaan asing bernama Hutchison Port Holding (HPH), Proyek Kalibaru, dan Global Bond senilai Rp 20,8 triliun.
“Seharusnya, jika tidak memperpanjang (kontrak) pada 2019, JICT sesungguhnya 100 persen bisa menjadi milik Indonesia. Namun pada 2015 diperpanjang dengan nilai kontrak yang lebih rendah dibanding kontrak pertama pada 1999. Anehnya, kontraknya tetap berlaku dari 2019 hingga 2039,” katanya seusai pertemuan dengan pimpinan KPK di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 17 Juli 2017.
Merujuk pada audit BPK, kata Rieke, terindikasi kuat telah terjadi pelanggaran yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 4,08 triliun dari kekurangan upfront fee yang seharusnya diterima PT Pelindo II. Persoalan lainnya, global bond pada proyek Kalibaru yang bunganya harus dibayarkan per tahun Rp 1,2 triliun. Menurutnya, dana itu bisa digunakan untuk membangun pelabuhan-pelabuhan lain.
Belum lagi biaya pembangunan proyek Kalibaru yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun lebih dianggap terlalu mahal. Terutama jika dibandingkan dengan pembangunan Terminal Teluk Lamong, yang dengan kapasitas sama hanya membutuhkan biaya lebih-kurang Rp 6 triliun.
Rieke memastikan, dari hasil pembahasan temuan pemeriksaan investigatif BPK atas perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian Pelabuhan PT Pelindo II berupa kerja sama usaha dengan PT JICT, telah terpenuhi dua unsur atas tindak pidana korupsi. Kedua unsur pidana itu adalah dugaan kuat penyimpangan atas peraturan perundang-undangan dan indikasi terjadinya kerugian keuangan negara US$ 306 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun. “Dari Pansus, kita melihat ada indikasi terjadinya penyimpangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara Rp 4,08 triliun sehingga kami menilai telah memenuhi tindak pidana korupsi,” tutur politikus asal daerah pemilihan Jawa Barat itu.
Adapun Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan, terkait dengan laporan Pansus sebelumnya, pihaknya telah menetapkan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino sebagai tersangka. Dalam pertemuan itu, ia juga mengungkapkan perkembangan kasusnya. “Terkait dengan laporan tentang dengan Terminal Koja, proyek Kalibaru dan perpanjangan JICT, Priok Baru dan Lamong, serta global bond itu, kami akan segera menindaklanjuti dan kami akan membentuk tim gabungan yang terdiri atas KPK, tentu klarifikasi terhadap BPK, dan mengajak teman-teman PPATK,” ujarnya.
Agus pun akan memperbarui perkembangan penyelidikan kasus itu sehingga Pansus dan KPK dapat saling mengontrol dan memonitor. Dia berharap, dalam pengembangan kasus ini tak ada intervensi politik dari siapa pun. “Sebab, kami bersepakat kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk membenahi tata kelola BUMN. BUMN bisa menjadi tolak punggung perekonomian negara dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemaslahatan rakyat Indonesia,” tuturnya. (*)