Menjalankan tugas pengawasan dalam permasalahan pemulangan tenaga kerja Indonesia dari Malaysia sebagai dampak kebijakan enforcement card (e-card atau e-kad) di Malaysia, Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan kunjungan kerja (kunker) spesifik ke Tegal, Jawa Tengah, pada Jumat 21 Juli 2017. Tim kunjungan yang dipimpin anggota Komisi IX, Dewi Aryani itu, menggelar rapat dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Kepala Balai Latihan Kerja, Ketua Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, dan perwakilan keluarga TKI.
“Dari hasil pertemuan, kami belum mendapatkan data akurat dari pemerintah daerah Tegal, tapi kami banyak mendapatkan temuan. Nantinya, kami akan rapatkan dengan mitra kerja di Komisi IX supaya pelaksanaan dan perekrutan TKI ke depan bisa lebih baik lagi,” kata Dewi.
Lebih lanjut, Dewi mengungkapkan, saat ini, Komisi IX sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN). “(RUU PPILN) nantinya bisa menjadi payung hukum untuk menanggulangi segala permasalahan TKI di luar negeri yang ada di berbagai daerah di Indonesia,” ujarnya.
Selain rapat dengan pemerintah daerah, tim kunker Komisi IX juga menemui TKI yang tidak ingin kembali keluar negeri. “Atas kasus ini, pemerintah harus sudah siap dengan sarana dan prasarana. Misalnya, peralatan latihan di BLK (balai latihan kerja) harus lebih modern sehingga mereka bisa lebih produktif dan sesuai dengan target pasar,“ tuturnya.
Terkait dengan e-kad, Dewi akan meminta penjelasan dari kementerian terkait dan melakukan pendalaman klarifikasi kendalanya. “Kendalanya adalah pada sosialisasi. Saya pernah melakukan sosialisasi e-kad di Kabupaten Tegal dan peminatnya sangat luar biasa. Namun pengetahuan tentang tata cara dan prosedur yang benar sangat minim,” ucapnya. Karena itu, menurut Dewi, pemerintah harus bisa jemput bola dengan melakukan sosialisasi ke daerah. “Jangan hanya diiklankan di TV karena biayanya sangat besar dan belum tentu tepat sasaran,” katanya. (*)