Tempo.Co

Komisi IX Belum Puas dengan Kinerja BPJS Ketenagakerjaan
Selasa, 25 Juli 2017
Amandemen Undang-Undang PPILN diharapkan bisa memberikan solusi perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN) di ruang rapat Komisi IX, Selasa, 25 Juli 2017. RUU ini sudah masuk di tim perumus dan tim sinkronisasi.

"Ini bagian dari pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Kita ingin mendengarkan apakah BPJS Ketenagakerjaan yang akan mendapat amanah dalam undang-undang ini mampu memberikan layanan terbaik kepada tenaga kerja kita di luar negeri," ujar Wakil Ketua Komisi IX sekaligus pemimpin rapat, Ermalena.

Jadi, kata Ermalena, Komisi IX meminta BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan secara paripurna semua hal yang berhubungan dengan hak tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri. "Kita tidak mau amandemen undang-undang ini justru tidak memberikan solusi, tapi malah memunculkan masalah baru. Kita berharap amandemen ini bisa memberikan solusi perlindungan terhadap tenaga kerja kita yang berada di luar negeri," katanya.

Namun, Ermalema menuturkan Komisi IX belum puas terhadap layanan yang dilakukan lembaga ini, seperti yang disampaikan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto dalam rapat. "Kita merasa apa uang disampaikan tidak seperti keinginan atau yang ada dalam bayangan Komisi IX," ucapnya.

Menurut Ermalena, dalam kesempatan pertama setelah masa reses, Komisi IX akan mengagendakan rapat lengkap antara BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, dan pihak terkait untuk merumuskan layanan paripurna kepada tenaga kerja Indonesia yang ada di luar negeri. "Ini sebetulnya tidak hanya ketika di sana (luar negeri), tapi mulai persiapan hingga pasca-penempatan. Ini kita harapkan di-cover BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya.

Karena itu, dalam RUU ini, BPJS Ketenagakerjaan diberikan kewenangan untuk bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. "Inilah gunanya kita mengundang agar hal-hal yang sekiranya tidak bisa di-cover atau yang tidak bisa dilakukan melalui amanat undang-undang yang lama dimunculkan dalam undang-undang yang baru ini," tuturnya.

Dia mengatakan RUU PPILN sudah masuk ke tim perumus dan tim sinkronisasi. "Mudah-mudahan dalam satu kali masa sidang lagi bisa kita selesaikan. Sebab, Panja (Panitia Kerja) baru selesai dan masih ada tim perumus yang harus bekerja, tim sinkronisasi harus bekerja, kemudian kita perlu laporkan dan minta Bamus (Badan Musyarawah) untuk mengagendakan dalam rapat paripurna," katanya.

Namun, menurutnya, semua masalah dalam RUU PPILN sudah selesai dibahas. "Ini hanya simulasinya dan beberapa amanat yang kita inginkan. Makanya dalam penjelasan di Undang-Undang PPILN nanti akan dimasukkan item yang memang belum masuk dalam batang tubuh," ujarnya. (*)