Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah menyelesaikan pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2018 berupa Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal TA 2018. DPR dan pemerintah menyepakati angka pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2018 antara 5,4 dan 6,1 persen.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPR Setya Novanto saat berpidato dalam Rapat Paripurna DPR Penutupan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2016-2017, Kamis, 27 Juli 2017.
DPR berharap pemerintah lebih memprioritaskan program sektor riil yang bersifat padat karya, menjaga daya beli masyarakat, dan mengurangi angka pengangguran. DPR menekankan sektor riil, khususnya pada sektor infrastruktur sebagai prioritas, dan program lain yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat, seperti sektor kesehatan dan pendidikan. Selain itu, DPR dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN TA 2016 dan Undang-Undang tentang APBN Perubahan TA 2017.
Sedangkan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 dan diserahkan dalam rapat paripurna pada 19 Mei 2017.
DPR mengapresiasi hasil LKPP 2016 yang pertama kalinya memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam 12 tahun terakhir. "Namun, DPR perlu menindaklanjuti rekomendasi temuan BPK tersebut, baik pada sistem pengendalian intern (SPI) maupun kepatuhan terhadap undang-undang, agar penyajian dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada tahun mendatang menjadi lebih baik," ujar Setya.
DPR juga melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2017-2022 dan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 2017-2022.
Masih dalam kerangka fungsi pengawasan, pada 13 Juli 2017, DPR telah menerima LHP investigatif BPK atas perpanjangan perjanjian kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT Jakarta International Container Terminal (JICT) antara PT Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH). Dalam laporan BPK tersebut, terdapat indikasi kerugian negara Rp 4,08 triliun. Hasil dari audit tersebut telah disampaikan kepada Pansus Angket Pelindo II untuk segera ditindaklanjuti.
Fungsi pengawasan lain, Pansus Angket DPR tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) telah dibentuk pada masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017. Pansus Angket KPK juga telah tercantum dalam Berita Negara sebagai dasar legitimasi. Karena itu, pada masa persidangan v, Pansus Angket KPK mulai bekerja dan hal tersebut merupakan hak konstitusional DPR yang dijamin konstitusi.
Terkait dengan tim pengawas DPR terhadap perlindungan tenaga kerja Indonesia, Dewan meminta Presiden memberikan perhatian secara serius kepada kementerian/lembaga terkait yang telah ditunjuk untuk lebih kooperatif dalam menyelesaikan pembahasan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Hal ini mengingat rakyat Indonesia sangat menantikan adanya undang-undang yang menjadi payung hukum agar penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dapat dilaksanakan dengan baik.
Fungsi pengawasan juga dilakukan melalui Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara Republik Indonesia untuk Mewujudkan Konektivitas, Kedaulatan Pangan, dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017 pada 12 Juli, yang dihadiri Wakil Presiden. Dalam rapat itu, DPR memberikan masukan kepada pemerintah, di antaranya menegaskan pentingnya komitmen dari seluruh pihak untuk lebih memperhatikan daerah pinggiran dan perbatasan serta mendorong pemerintah membentuk regulasi dan kelembagaan yang menguatkan kinerja pemerintah dalam pembangunan perbatasan. Selain itu, mendorong pemerintah mendekatkan administrasi kependudukan dan pelayanan publik di tengah masyarakat, khususnya di daerah perbatasan. (*)