Dalam rapat dengar pendapat antara Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mahasiswa Universitas Trisakti dan Koalisi Rakyat untuk Parlemen. Delegasi mahasiswa Trisakti merasa masih ada hal yang mengganjal terkait dengan obyek hak angket terhadap KPK. Menurut mereka, dari 22 lembaga yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPD, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), tidak sedikit pun menyebutkan tentang KPK. Berdasarkan hal itulah, mahasiswa Trisakti menilai KPK tidak tepat dijadikan sebagai obyek hak angket.
Menanggapi hal itu, Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, berdasarkan Pasal 79 ayat 3 itu juga, DPR mempunyai kewenangan melaksanakan fungsi penyelidikan terhadap KPK.
“DPR adalah pembentuk undang-undang sekaligus pengawas atas pelaksanaannya. Berlandaskan Pasal 79 ayat 3 itu juga, DPR mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi peyelidikan atas pelaksanaan undang-undang. Kami meyakini betul bahwa KPK termasuk obyek penyelidikan tersebut,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017.
Agun mengatakan konstitusi adalah rumusan pucuk puncak pengaturan tertinggi. Tidak boleh ada norma-norma di bawahnya yang melanggar pucuk dan puncak tersebut. Di bawah norma Undang-Undang Dasar 1945 adalah undang-undang, perpu, dan seterusnya. “Segitiga bangun hierarki itu, kalau ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan yang di atasnya, itu akan dipangkas,” ujarnya.
Agun menghargai pandangan pemikiran yang disampaikan mahasiswa Trisakti. Menurutnya, ciri karakteristik masyarakat intelektual adalah rasionalitas. “Ilmu itu tumbuh dan berkembang. Namun, untuk menguji sebuah kebenaran, harus dikembalikan kepada orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Seperti soal penafsiran kalimat atau kata-kata, antara titik, koma, dan titik koma memiliki makna yang berbeda,” katanya. (*)