Tempo.Co

Pembangunan di Papua Harus Perhatikan Aspek Kebudayaan Asli
Senin, 31 Juli 2017
Pembangunan yang sifatnya nasional harus memperhatikan etnis-etnis yang ada di wilayah itu.

Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi X  DPR RI ke Provinsi Papua Ferdiansyah (FPG) menegaskan bahwa pembangunan di Papua harus memperhatikan aspek kebudayaan asli Papua.  Penegasan tersebut disampaikannya usai pertemuan dan sekaligus kunjungan ke Dewan Kesenian Tanah Papua (DKTP) Provinsi Papua,  Minggu, 30 Juli 2017.

"Hal tersebut penting  mengingat Indonesia memiliki keragaman kebudayaan yang luar biasa.  Misalnya saja di Papua saat ini menurut penjelasan Ketua Dewan Kesenian Tanah Papua, masih ada 245 etnis yang merupakan bagian yang harus diperhatikan dan dilestarikan.  Karena itu, ketika kita melakukan pembangunan di Papua maupun pembangunan yang sifatnya nasional harus memperhatikan etnis-etnis yang ada di wilayah tersebut," ujar Ferdiansyah.

Lebih lanjut Ferdiansyah mengungkapkan,  Komisi X DPR memandang penting agar pembangunan memperhatikan aspek kebudayaan. Karena itu, Komisi X DPR mengunjungi dan melakukan dialog dengan Dewan Kesenian Tanah Papua (DKTP).

Ferdiansyah juga menandaskan arti penting pendidikan yang tidak hanya memperhatikan perkembangan otak kiri saja,  melainkan juga harus memperhatikan perkembangan otak kanan melalui kebudayaan.  "Karena itu, menjadi penting dan mutlak untuk melakukan sinkronisasi pertumbuhan otak kanan dan kiri, sehingga dapat mewujudkan terciptanya masyarakat yang memiliki intelektualitas yang tidak meninggalkan jati diri bangsa," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Tanah Papua Mambraku Nomensen menyampaikan harapan DKTP agar seluruh pengambil kebijakan di Papua paham bahwa DKTP tidak bisa dilepaskan dalam proses pengambilan kebijakan di tanah Papua.  "Karena, DKP identik dengan harkat dan martabat masyarakat Papua," kata Mambraku.

Berdirinya Dewan Kesenian (DK) itu sendiri pada awalnya berfungsi sebagai “penghubung” antara pemerintah dan para seniman di tengah fenomena cairnya sebuah migrasi budaya. Dalam perjalanannya, DKTP mengalami berbagai macam persoalan, termasuk kebijakan politik yang dirasa sangat mengganggu. Namun, DKTP akhirnya mengalami interpretasi dan reinterpretasi peran dan fungsinya dengan keluarnya Instruksi Mendagri No. 5A Tahun 1993 tentang pendirian Dewan Kesenian (DK). Sejak saat itu berdirilah DK di seluruh provinsi, kota, dan kabupaten dengan surat keputusan kepala daerah setempat.

Terhadap Inpres No.5A Tahun 1993 tersebut,  DKTP minta agar dapat dijadikan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres)  atau menjadi regulasi lainnya dibawah UU No. 5 Tahun 2017 tentang Kebudayaan. (*)