Koordinator Indonesia Bersih (KIB) Adhie M. Massardi mengatakan saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan metode Enhanced Interrogation Techniques (EITs) layaknya Central Intelligence Agency (CIA). Hal itu berdasarkan pengamatannya dari pengakuan saksi Niko P. Titayasa dalam rapat Panitia Khusus Hak Angkket KPK beberapa hari lalu.
"Kalau dicermati secara seksama yang dialami Niko selama lebih dari satu tahun, (para) penyidik lembaga antirasuah itu telah menggunakan metoda EITs yang pernah dipakai agen-agen CIA untuk mengorek keterangan orang-orang yang dituduh teroris di Penjara Teluk Guantanamo, Kuba, dan Abu Ghraib, Irak,” kata Adhie dalam Dialektika Demokrasi di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Rabu, 2 Agustus 2017.
EITs adalah teknik interogasi yang memaksakan seseorang untuk mengatakan apa saja yang diinginkan dari mereka. Hal ini harus segera diungkap apakah metode EITs yang dipakai KPK ini merupakan inisiatif oknum atau perintah dari institusi KPK. Ini menjadi tugas bagi Panitia Angket dalam menyelidikinya.
“Kalau inisiatif oknum, pelakunya harus diproses secara hukum. Tapi kalau sudah mendapat otorisasi institusi (KPK), presiden harus melarang praktik keji itu dilakukan KPK. Sebab, hal itu melanggar HAM (hak asasi manusia) dan sangat tidak cocok diterapkan di negara Pancasila,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Panitia Angket KPK Masinton Pasaribu mengatakan tidak ada lembaga di mana pun yang tidak bisa diawasi, termasuk KPK. Sebagai lembaga negara, tentu harus mengutamakan prinsip transparansi dan kontrol. “Tidak ada lembaga di republik ini yang tidak diawasi dan antikritik pula. Semua lembaga mengedepankan transparansi serta saling kontrol," ucapnya. Karena itu, kesan negatif tentang Panitia Angket yang dianggap melemahkan KPK harus segera dihentikan. (*)