Tempo.Co

Komisi IV DPR Cek Kondisi Hutan Mangrove Mamuju
Jumat, 04 Agustus 2017
Komisi IV DPR Cek Kondisi Hutan Mangrove Mamuju

Rangkaian kunjungan kerja Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melihat dari dekat kondisi mangrove atau bakau di Dusun Saluleang, Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa, 1 Agustus 2017. Konservasi dan penataannya sangat rapi dengan hiasan kata-kata terpasang di sudut-sudut hutan. Anggota Komisi IV DPR, Kasriyah, mengapresiasi kondisi mangrove tersebut.

“Saya melihat konservasi mangrove di sini baik. Penataanya rapi dengan simbol kata-kata yang menarik yang dipasang di kawasan hutan," ujarnya.

Menurut Kasriyah, keberadaan hutan mangrove sangat penting untuk menahan abrasi. “Apalagi, banyak nelayan masih tinggal di bantaran laut. Para nelayan itu juga diimbau ikut melestarikan mangrove,” tuturnya.

Setidaknya ada 30 ribu bibit mangrove yang bisa dilestarikan di hutan tersebut. Karena penataannya yang baik, hutan mangrove di Mamuju sudah menjadi destinasi wisata. Ditambah, para aktivis lingkungan setempat ikut menciptakan hutan mangrove semakin menarik. Dengan menjadi destinasi wisata, tentu bisa menambah sumber pendapatan bagi maayarakat setempat.

“Saya mengharapkan para aktivis lingkungan yang menciptakan wisata mangrove ini tidak hanya membudidayakan saja, tapi bisa menjadi sumber pendapatan bagi kesejahteraan masyarakat di sini. Saya lihat ini baik dan positif,” kata Kasriyah.

Meski sudah tertata baik, masih ada kendala akses jalan menuju hutan yang belum memadai. Kondisi infrastruktur jalan masih kecil dan kurang bagus. Kasriyah menilai Kementerian Pekerjaan Umum perlu membantu membangun akses jalan yang memadai menuju objek wisata mangrove.

Ketua Kelompok Bunga Karang, Munajib, yang melestarikan hutan mangrove menjadi desinasi wisata, mengaku awalnya bekerja sendiri melestarikan hutan sebelum akhirnya dibantu teman-temannya. Munajib mengatakan pengelolaan lokasi wisata mangrove Saluleang ini bekerja sama dengan pemerintah daerah serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Luas lahan hutan mangrove yang dijadikan obyek wisata ini sekitar 30 hektare. 75 hektare lagi tergolong masih produktif. Memang ada yang mati, jadi yang masih ada itu sekitar 75 hektare,” ujar Munajib.

Kelompok Bunga Karang, kata Munajib, telah menerima bantuan dari program Kebun Bibit Rakyat, yaitu sekitar 50 ribu batang mangrove untuk ditanami di lahan seluas 35 hektare.

“Jadi 35 hektare lewat swadaya masyarakat, baik lembaga maupun yang lain. Kami juga dibantu bakti sosial dan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Hutan konservasi di Bebanga memang punya potensi menjadi lokasi wisata mangrove. Karena itu, sejak awal, kami yakin melalui mangrove akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar,” tuturnya. (*)