Tepat pada 8 Agustus 2017 ini, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) memperingati hari lahir ke-50. Sejak didirikan pada 8 Agustus 1967, ASEAN bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya. Kemudian memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regional serta meningkatkan kesempatan membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai.
“Sejak awal pendirian ASEAN, Indonesia telah menjadi pemain kunci. Indonesia menjadi penggagas perlindungan hak asasi manusia, pembentukan komunitas keamanan se-Asia Tenggara, serta mewujudkan pagelaran budaya secara berkala,” ujar Ketua DPR Setya Novanto di Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2017.
Sebagai Ketua DPR, Novanto menyatakan dukungan pada langkah politik internasional pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk tetap menjadikan Indonesia poros kekuatan ASEAN yang memberikan solusi bagi berbagai permasalahan dunia. “DPR melalui peran diplomasi parlemen seiring dengan pemerintah, mendorong ASEAN lebih efektif dan kooperatif membangun kerja sama perekonomian. Harapannya bisa memperkecil jarak kesenjangan pendapatan dan mengurangi disparitas ekonomi di ASEAN,” katanya.
Namun kondisi di ASEAN sendiri bukan tanpa tantangan. Awalnya, tak sedikit yang meragukan. Bahkan, menurut Setya, beberapa pandangan memperkirakan ASEAN akan layu sebelum berkembang. Namun, kini, ASEAN menjadi kawasan kedua yang paling berkembang setelah Uni Eropa. Tantangan lainnya adalah perselisihan Laut Cina Selatan yang belum tuntas. Kemudian persaingan ketat antara Amerika dan Cina turut menjadi ancaman stabilitas ASEAN.
Di ASEAN, terdapat lebih kurang 640 juta jiwa dengan berbagai perbedaan agama maupun kebudayaan. Di kawasan ini, hidup 240 juta muslim, 120 juta kristiani, 150 juta umat Budha, serta jutaan umat Hindu, Khonghucu, dan lainnya. Stabilitas kawasan mendorong laju perekonomian negara-negara ASEAN.
Data International Monetary Funds menunjukan pendapatan domestik bruto (PDB) gabungan negara ASEAN pada awal berdiri 1970 mencapai US$ 95 miliar kini menjadi US$ 2,7 triliun. Bahkan, pada 2030, diprediksi mencapai US$ 8 triliun. Meski di tengah perkembangan geopolitik internasional yang dinamis, seperti Inggris keluar dari Uni Eropa dan krisis diplomatik di Kawasan Teluk, ASEAN tetap menunjukan stabilitas.
Ke depannya, Novanto mengajak kaum muda Indonesia sebagai generasi penerus bangsa untuk aktif menjaga solidaritas kebersamaan. “ASEAN sebagai sebuah kawasan adalah rumah kedua. Persaudaraan antarsesama negara ASEAN harus terus dijaga. Dari sinilah, perdamaian dunia tercipta,” tuturnya. (*)