Salah satu kesimpulan rapat Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian beberapa waktu lalu adalah pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Sebagai tindak lanjut, Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja melihat kesiapan Kepolisian Daerah Maluku membentuk Densus Tipikor.
“Sekaligus mendorong kepolisian untuk segera membentuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi dengan anggaran dan kewenangan khusus,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa setelah pertemuan di Kantor Kepolisian Daerah Maluku di Ambon, Rabu, 9 Agustus 2017.
Terkait dengan hal itu, anggota Komisi III Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, mengatakan dorongan tersebut diberikan agar pemerintah maupun kepolisian menelaah apakah Densus Tipikor memang dibutuhkan atau tidak untuk mengusut kasus tindak pidana korupsi. “Jika pembentukan Densus Tipikor terlaksana, tidak bisa langsung otomatis dijalankan. Selanjutnya masih harus dikonsultasikan dengan beberapa kementerian, lembaga terkait, melakukan roadmap, dan tata aturan yang berlaku,” katanya.
Menurut Basarah, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pembentukan KPK karena institusi penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan belum optimal menangani kasus perkara tindak pidana korupsi. Sayangnya, selama 15 tahun KPK berdiri, KPK juga masih belum optimal melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Basarah menjelaskan, wacana pembentukan Densus Tipikor bukan melemahkan atau upaya pembubaran KPK. “Justru mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap kepolisian untuk menangani kasus tindak pidana korupsi,” tuturnya. Basarah berharap Densus Tipikor bisa sinergi dengan KPK dalam penanganan kasus korupsi. (*)