Para akademisi dari berbagi kampus akan meneliti keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari berbagai perspektif secara obyektif dan rasional. Hasil penelitian ini kelak menjadi penting untuk menjawab pro dan kontra keberadaan KPK.
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Jumat, 11 Agustus 2017, memberi penjelasan kepada pers setelah menerima para akademisi tersebut. Mereka, kata Agun, ingin meminta masukan dan informasi soal KPK. Sejumlah dokumen menyangkut KPK pun diberikan kepada para akademisi itu sebagai bahan penelitian.
Tim akademisi KPK yang bertandang ke Pansus diketuai Suyono Salamun, auditor alumni STAN. Empat anggotanya adalah mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Soeprijadi; alumnus ITB, H.M. Yacub Chudory; kriminolog Universitas Indonesia, Maria Zuraida; dan Chandra Motik dari Fakultas Hukum UI. Mengutip pandangan para akademisi itu, Agun menyatakan agenda pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK banyak yang tidak efektif dan tidak mencapai sasaran.
Salah satu indikator penting yang disampaikan para akademisi adalah politik pencegahan yang tidak tampak. “Kalau politik pencegahan ditampakkan, itu akan jauh lebih bagus. Sama halnya dengan memberantas kejahatan. Mengapa kita memulai di akibat, bukan memulai di sebab? Para akademisi itu ingin mendalami politik pencegahan supaya ke depan betul-betul ada sistem yang berjalan,” kata Agun.
Politik pencegahan menjadi titik krusial dalam perbincangan Pansus dengan para akademisi tersebut. Para akademisi itu juga berencana mengunjungi KPK untuk melihat dari dekat sistem kerja lembaga antirasuah tersebut. Ini semata-mata agar penelitian memiliki bobot rasionalitas dan obyektivitas. Para akademisi itu, kata Agun, tak akan terbawa arus antara yang pro dan kontra atas keberadaan Pansus Angket ataupun KPK. (*)