Tempo.Co

Komisi X Soroti Realitas Pendidikan Tinggi
Senin, 21 Agustus 2017
Komisi X Soroti Realitas Pendidikan Tinggi

Panitia Kerja Standar Nasional Pendidikan Tinggi Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali melakukan rapat dengar pendapat umum. Kali ini, Panitia Kerja mengadakan bersama Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi , Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan , dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III Jakarta. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah berlangsung Senin, 21 Agustus 2017, di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.

“Panitia Kerja ini dibentuk sebagai bentuk pengawasan implementasi Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan peraturan menteri,” ujarnya.

Adapun rapat ini, lanjut Ferdiansyah, bertujuan untuk perkembangan akademik yang tangguh. “Kami baru menuntaskan Undang-Undang Pemajuan Kebudayan Pasal 32 Nomor  5 Tahun 2017 yang intinya aspek kebudayaan menjadi aspek pembangunan nasional. Dalam implementasinya, meningkatkan kapasitas kurikulum agar terjadi konektivitas antara perguruan tinggi dan pasar lapangan pekerjaan,” tuturnya.

Panitia Kerja ingin memetakan kekuatan dasar hukum dan mengkaji secara keseluruhan terkait dengan fungsi pengabdian kampus terhadap masyarakat.”Supaya perguruan tinggi di daerah bisa menjawab tantangan yang ada di daerah tersebut dalam pelaksanaan Tri Dharma,” katanya. Selain itu, dalam upaya perguruan tinggi bisa bersaing secara internasional, Panitia Kerja membuka diri supaya nanti ada tindak lanjut merumuskan kebijaksanaan standar nasional pendidikan tinggi yang mampu meningkatkan daya saing di dunia global.

Menurut Ferdiansyah, saat ini, ada realitas bahwa standar indeks prestasi kumulatif tidak mencerminkan kemampuan mahasiswa. “Banyak sekali mahasiswa yang memiliki indeks prestasi 3,7, tapi begitu terjun ke lapangan tidak bisa apa-apa,” ujarnya. Realitas lainnya, kata Ferdiansyah, adalah standar nilai pembelajaran serta kegiatan perkuliahan banyak yang tidak komprehensif. “Ada ketidakseragaman dalam penilaian. Standar dan kualitas dosen berkurang,” ucapnya. (*)