Tempo.Co

Sindikat Saracen Ancaman Siber yang Serius
Senin, 28 Agustus 2017
Kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama, tapi juga berbagai pihak.

Terbongkarnya jaringan Saracen yang diduga menyebarkan konten suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui teknologi informasi dan komunikasi harus dianggap sebagai salah satu ancaman siber yang serius. Pasalnya, kelompok ini ditengarai tidak hanya menyerang satu agama, tapi juga berbagai pihak, termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis.

“Merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk pengaduan konten negatif terkait dengan SARA, kebencian, pornografi, dan hoax menempati urutan tertinggi pengaduan konten negatif,” kata Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Kharis Almasyhari, Jumat, 25 Agustus 2017.

Kementerian Komunikasi selama periode I dari Januari sampai akhir Juli 2017 telah menerima e-mail pengaduan konten negatif. Kategori SARA atau kebencian, pornografi, dan hoax menempati tiga urutan tertinggi pengaduan konten negatif. Konten SARA mencapai puncak tertinggi pada Januari 2017 dengan 5.142 aduan. Sedangkan konten pornografi berjumlah 9.000 lebih dan hoax sekitar 6.632 aduan.

Kharis melihat fenomena yang terjadi harus dipahami  seperti gunung es. Artinya, angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan. Sedangkan yang tak terlihat justru lebih mengerikan lagi. Bahkan dia yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan umum 2019.

“Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, memberikan manfaat positif yang membantu dan memajukan kehidupan manusia. Di sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya,” katanya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan, kegiatan kelompok Saracen yang menyebarkan konten SARA dan hoax merupakan tindakan penggunaan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi untuk hal negatif yang membawa dampak negatif berupa potensi munculnya konflik SARA. Apalagi negara Indonesia adalah negara yang terdiri atas berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan.

“Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung  Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, mereka  harus diberantas dengan tegas sampai ke aktor intelektual yang ada di belakangnya,” ucapnya.

Lebih lanjut, Kharis memastikan Komisi I DPR berkomitmen agar masyarakat terlindungi dari konten negatif, termasuk di dalamnya konten penyebar SARA. Hal itu terwujud dalam berbagai kesempatan rapat kerja Komisi I DPR dengan Kementerian Komunikasi.

Komisi I DPR meminta pemerintah menindak tegas penyebar konten negatif sekaligus meningkatan literasi media terkait dengan bahaya penayangan konten negatif. Pemerintah bertugas melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyebaran konten negatif dan berita palsu. Peningkatan literasi media juga perlu dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Informasi Pusat, juga Dewan Pers.

“Saya mengimbau kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap konten, baik yang tersaji di media massa maupun media sosial. Berita yang tersaji harus difilter sebaik mungkin dengan melakukan cek dan kroscek dari berbagai sumber serta fakta yang ada, termasuk tidak terpancing melakukan stigmatisasi juga menggeneralisasi bahwa aksi kelompok Saracen ini terkait dengan sikap politik umat Islam,” kata politikus asal daerah pemilihan Jawa Tengah itu. (*)