Merefleksikan hari jadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ke-72, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan Fahri Hamzah memaparkan beberapa hal berkaitan dengan cabang kekuasaan legislatif. Tak hanya kritik, Taufik mengajak masyarakat terlibat dalam politik.
Menurut Taufik, masa depan negara berada di kedaulatan rakyat. Melalui jalur demokrasi, rakyat sebagai penentu mau dibawa ke mana bangsa ini berlabuh. Lewat kritik yang konstruktif dilanjutkan penerimaan saran yang arif, legislatif akan semakin maju.
“Kalau perlu masyarakat yang selalu mengkritisi, menjadi anggota DPR dengan pilihan partai politik masing-masing. Artinya, ini milik rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terlepas dari hal-hal lain, tentunya kita harapkan semua animo masyarakat menjadi anggota DPR itu suatu ketika berjalan seimbang dengan proses elektoral terbuka yang sudah menjadi tradisi dua periode ini,” tuturnya, Selasa, 29 Agustus 2017.
Taufik menjelaskan, setelah reformasi 1998, DPR semakin transparan, segala aktivitas anggota dewan terekam, dan disaksikan semua kalangan. Transparansi informasi ini didukung kemajuan teknologi yang menjadi pilar penentu demokrasi. “Dulu, belum ada media sosial, belum ada Facebook, Twitter, dan Line. Kemajuan teknologi informasi ini sedemikian cepat sekali,” ujarnya.
Seiring kemajuan teknologi informasi saat ini, kata Taufik, membangun demokrasi yang maju membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai demi mendukung kemajuan itu sendiri. Hanya saja hal itu selalu dikaitkan dengan politik. “Dalam refleksi 72 tahun ini, memang berbicara terkait dengan demokrasi. Dengan kemajuan teknologi informasi, orang menjadi mudah menyampaikan pendapat maupun aspirasi-aspirasi pemikiran politiknya,” katanya.
Kritik pada DPR selama ini, menurut Fahri, karena tradisi politik Indonesia bukan daulat rakyat, tapi daulat kerajaan. “Federasi, kesultanan, dan yang dipertuan agung seperti Malaysia. Indonesia tak mengambil sistem kesultanan itu, tapi demokrasi Pancasila,” ucapnya. Bahkan, kata Fahri, Indonesia pernah mengambil demokrasi liberal dan presidensialisme sehingga posisi rakyat lemah, sedangkan eksekutif lebih dominan. (*)