Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, sekaligus Ketua Tim Pengawas (Timwas) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merasa optimistis, terkait dengan perkembangan Rancangan Undang-undang perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Revisi yang dilakukan pada Rancangan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), diyakini segera tuntas dan akan disahkan pada masa sidang ini.
“Kami optimistis selesai dalam masa sidang ini karena sekarang sudah masuk kepada Timus (tim pengurus) dan Timsin (tim sinkronisasi),” ujarnya saat Rapat Koordinasi Timwas di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2017.
Senada dengan Fahri, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan proses pembahasan DIM RUU PPILN yang tengah digodok Komisi IX sudah tuntas, sehingga tinggal memasuki tahap perumusan dan sinkronisasi di Timus dan Timsin.
“Rasanya September sudah bisa selesai dan dibawa ke Paripurna, sehingga Timwas bisa menyelesaikan berbagai temuan-temuan yang akan diselaraskan,” ucapnya. Dede menambahkan, RUU PPILN yang baru ini akan memperkuat peran daerah, seperti mewajibkan daerah kantong TKI membuat Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) yang sudah diterapkan di beberapa kabupaten atau kota.
“Peran swasta dinihilkan, rekrutmen buruh migran hanya boleh dilakukan di LTSP. Jadi swasta hanya mengambil pekerja-pekerja yang sudah lolos dan terdata baik di LTSP,” tuturnya. Menurut Dede upaya ini dilakukan untuk mengurangi TKI non-prosedural atau ilegal, serta memperkecil peluang terjadinya TKI berkasus di negara penempatan masing-masing.
Selain itu, pemberian pelatihan kerja bagi calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Negara akan hadir memberikan pelatihan keterampilan yang bersertifikasi, bukan lagi swasta, karena selama ini pelatihan yang diberikan penyedia jasa tenaga kerja dinilai hanya memberikan pelatihan abal-abal. “Selama ini, ketika diberikan swasta maka yang ada BLK abal-abal, akibatnya terjadilah banyak manipulasi,” katanya.
Sisi lain, lanjut Dede, untuk memaksimalkan perlindungan terhadap buruh migran, nantinya CTKI hanya diperbolehkan bekerja di negara yang sudah memiliki kerja sama dengan Indonesia. Serta di negara yang sudah memiliki regulasi hukum tentang perlindungan tenaga kerja atau migrant workers. (*)