Saat diundang Panitia Khusus Hak Angket KPK DPR RI, Direktur Penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan Korupsi Aris Budiman mendapat banyak pertanyaan. Dari jawaban dan keterangan yang diberikan Aris, Pansus Hak Angket mengindikasikan adanya praktik penyalahgunaan wewenang di tubuh KPK. Anggota Pansus Hak Angket, Bambang Soesatyo, melihat penyalahgunaan wewenang dalam tubuh lembaga penegak hukum sangat mengganggu proses pencarian keadilan.
“Dari keterangan saudara Aris terkonfirmasi ada potensi penyalahgunaan wewenang di sana, lalu yang kedua ada klik-klik tertentu, dan kerap mengganggu proses-proses penegakan hukum di KPK, terutama dari unsur non-Polri,” ujarnya saat rapat di ruang KK 1, gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.
Isu ini bermula saat Ketua Pansus Hak Angket Agun Gunandjar mengkonfirmasi soal adanya konflik internal di antara penyidik KPK. Anggota Pansus Hak Angket dari F-PDIP, Junimart Girsang, lantas menanyakan lebih lanjut soal siapa sosok itu. “Apa penyidik senior namanya Novel Baswedan,” ucapnya yang diiyakan dengan suara pelan oleh Aris.
Aris juga mengaku konflik yang terjadi hanya seputar ide dan gagasan. “Secara terbuka tentu tidak, bukan menentang untuk terbuka seperti itu. Hanya adu konsep, ide, dan sebagainya,” tuturnya. Selain itu fakta lain yang terungkap saat rapat adalah ketidakmatangan KPK dalam menetapkan tersangka. Bahkan menurut Bambang saat ini ada 26 tersangka KPK yang ditetapkan tanpa alat bukti yang kuat.
“Berdasarkan dari keterangan saudara Aris dan penjelasan yang digambarkannya, terkait dengan banyaknya perkara yang sudah banyak TSK-nya dan tidak berjalan ke pengadilan bertahun-tahun, karena belum kuat keyakinan penyidik terhadap alat bukti. Padahal sebelum seorang di-TSK-kan minimal harus memenuhi dua alat bukti. Ini mengkonfirmasi serta menjelaskan kepada kita semua, adanya 26 TSK tanpa bukti yang cukup, sebagaimana disampaikan Profesor Romli,” kata Bambang. (*)