Ketua DPR RI Setya Novanto membuka World Parliamentary Forum on Sustainable Development (Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan), di Bali Nusa Dua Convention Center, Rabu, 6 September 2017.
Melalui tema "Achieving the 2030 Agenda through Inclusive Development", hingga 8 September mendatang, forum ini membahas perencanaan peran parlemen di berbagai negara dalam menyukseskan Agenda Pembangunan 2030 dengan tujuan penting mengakhiri kemiskinan, memerangi kesenjangan dan ketidakadilan, serta menghadapi perubahan iklim.
Ini merupakan forum parlemen tingkat dunia pertama yang secara khusus diselenggarakan untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. "Sebuah kebanggaan tersendiri karena forum ini terlaksana atas inisiatif DPR RI sebagai bagian menjalankan peran Diplomasi Parlemen," kata Setya Novanto.
Terdapat 47 Parlemen dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam forum ini, antara lain Bhutan, Chile, Fiji, Ghana, India, Zimbabwe, Canada, Ecuador, Iran, Jordan, Mexico, Portugal, Qatar, Korea Selatan, dan Turki. Selaon itu ada 19 Observer, antara lain ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA), UNDP, European Union, dan Migran Care dengan total partisipan sebanyak 285 orang.
Ada begitu banyak tantangan mensukseskan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, salah satunya kemiskinan. "Saya ingin forum ini mampu merumuskan dan mempromosikan pembangunan yang inklusif dan merata, sehinga tidak ada pihak yang ditinggalkan," ujar Setya Novanto.
Memurutnya, konflik maupun aksi kekerasan dan terorisme juga menjadi tantangan lain yang dihadapi, karena dapat membalikan kemajuan pembangunan yang telah dicapai oleh sebuah negara. Dirinya mendorong forum ini mewujudkan masyarakat dunia yang bebas dari ketakutan. Karena saya menyadari, Pembangunan Berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa adanya perdamaian.
Upaya mencegah dampak buruk perubahan iklim juga perlu dilakukan agar kelangsungan pembangunan di suatu negara tidak terganggu. "Saya berharap forum ini memberikan inspirasi bagi Parlemen Dunia mengintegrasikan tindakan terkait perubahan iklim kedalam kebijakan, strategi, dan perencanaan nasional di negaranya masing-masing. Satu yang perlu diperhatikan, penanganan perubahan iklim hendaknya mencerminkan keseimbangan dan keadilan, serta tidak menghambat pembangunan negara berkembang."
Diungkapkan Setya, masih banyak lagi tantangan kompleks yang dihadapi. Karena itu, seluruh pemangku kepentingan, termasuk Parlemen, harus menjalin kemitraan kolaboratif untuk melaksanakan rencana aksi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Peran penting Parlemen dapat dilakukan melalui penetapan legislasi dan pengesahan anggaran serta memastikan adanya akuntabilitas pelaksanaan Agenda Pembangunan Berkelanjutan berjalan efektif.
"Saya yakin forum ini akan berjalan produktif, lancar, dan sukses. Sehingga dapat memperkuat peran parlemen dan membangun sinergitas serta keterlibatan seluruh pihak dalam pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030," ujarnya.