Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang sudah digadang-gadang dalam satu dekade ini jangan hanya sampai pada tataran wacana semata. Menurutnya, harus ada dukungan konkret dari dari semua pihak untuk bisa mewujudkan target-target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di masa depan.
Dia secara tegas menyatakan bahwa SDGs harus menjadi komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, sehingga bisa diimplementasikan secara nyata dalam proses pembangunan. DPR RI mendukung langkah-langkah strategis dalam upaya mencapai SDGs tersebut melalui aksi-aksi nyata di lapangan. “Pemerintah dan DPR sama-sama berkomitmen mengintegrasikan SDGs tersebut ke dalam aksi nasional dan aksi-aksi berbasis lokal yang bersifat lintas sektoral. Ini menjadi kepentingan bersama semua pihak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di masa depan,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Sesi Pertama Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Parliamentary Forum on Sustainable Development) di Bali Nusa Dua Convention Center, Rabu, 6 September 2017.
Satya yang juga Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah menyangkut perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim akan menjadi ancaman serius bagi bangsa-bangsa di dunia jika tidak dari sekarang melakukan langkah-langkah strategis untuk mengantisipasinya. “Isu perubahan iklim menjadi sangat penting bagi Indonesia saat ini. Oleh karena itu, orientasi kebijakan ke depan harus mampu melawan perubahan iklim dan dampaknya bagi masyarakat. Target NDC (Nationally Determined Contribution) yang ada dalam Perjanjian Paris 2015 harus mencerminkan kerangka kerja sebagaimana SDGs nomer 13 tersebut,” ucap Satya.
Lebih lanjut, Satya mengingatkan kepada negara-negara donor yang mendukung aksi perubahan iklim di Indonesia untuk memberikan bantuan pendampingan institusi, dan jangan berdasarkan capaian atau based on performance.
“DPR mendorong agar syarat untuk bantuan dana internasional tidak secara mutlak berbasis performa, tetapi harus membuka ruang untuk pemberian bantuan di muka yang diawasi dengan ketat. Hal ini pernah saya sampaikan langsung dalam pertemuan dengan Parlemen Norwegia dalam suatu kesempatan. Norwegia adalah salah satu negara yang berkomitmen penuh untuk mendanai aksi perubahan iklim di Indonesia,” kata politisi Partai Golkar ini.
Mengingat masih minimnya anggaran untuk merealisasikan aksi nasional perubahan iklim yang didanai dari APBN, Satya menyarankan agar semua pihak menunjukkan keseriusan melaksanakan komitmen Perjanjian Paris 2015 yang salah satunya menyebutkan penurunan suhu di bumi sebesar 1,5 derajat Celcius. Estimasi pendanaan Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim sendiri mencapai Rp 37,8 triliun. “Kita harus mampu meyakinkan negara-negara donor tersebut untuk berkomitmen membantu aksi perubahan iklim di Indonesia. Kita cukup optimis mendapat kepercayaan mereka bahwa kita bisa mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) mencapai 41 persen dari target 29 persen sebelumnya,” kata Satya. (*)