Komisi III DPR RI melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Kalimantan Timur, Kamis, 9 September 2017. Kunjungan kali ini bertujuan melihat dan mencari informasi masukan bagaimana penegakan hukum di Indonesia, khususnya tindak pidana korupsi (tipikor). Karena itu, dalam kunjungan tersebut Tim Komisi III melakukan pertemuan dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, dan beberapa perwakilan mahasiswa di Kalimantan Timur, untuk mengevaluasi program pemberantasan korupsi pasca-reformasi, di Kantor Mapolda Kalimantan Timur.
Menurut beberapa stakeholder yang hadir, kendala di Kalimantan Timur sendiri adalah masih adanya benturan KUHP dengan oknum-oknum, serta adanya faktor geografis yang tidak terjangkau dari pusat. Ada beberapa kasus yang masih belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan mengadakan focus group discussion (FGD) terkait dengan Undang-Undang KUHP. “Sebelum melaksanakan FGD kita akan road show ke provinsi-provinsi, guna memberi masukan bagaimana jalannya penindakan hukum khususnya tipikor di masing-masing wilayah,” ujar anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Toha. Menurut dia, UU KUHP harus disempurnakan agar bisa menjadi induk bagi semua landasan penindakan tipikor. Nantinya UU KUHP juga akan dijadikan sebagai tumpuan utama bagi tindak pidana di Indonesia.
Toha menambahkan, dari informasi yang didapat Tim Komisi III, ada beberapa masukan seperti masih banyaknya bolong-bolong dalam penindakan pidana. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh oknum, tetapi juga karena hukum yang belum komprehensif secara menyeluruh. “Masukan-masukan ini nanti setelah kita FGD bisa menjadi bahan yang lebih komprehensif lagi dalam hal pembuatan KUHP,” ucapnya.
Anggota F-PKB daerah terpilih Jawa Tengah V ini berharap KUHP dikuatkan agar semua berpedoman ke KUHP, supaya tidak ada istilah-istilah hukum di luar KUHP seperti contoh pemiskinan. Menurut dia, sebenarnya istilah itu tidak ada, yang ada ialah pengembalian uang yang dicuri atau dirampok pelaku tindak pidana. “Jika istilah itu diperlukan maka harus dimasukkan ke dalam KUHP. Intinya harus ada keseragaman dan keselarasan di Indonesia ini untuk dasar penindakan,” tuturnya.