Tempo.Co

Pimpinan DPR Diminta Bantu Rohingya
Senin, 11 September 2017
Pimpinan DPR Diminta Bantu Rohingya

Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Dewan HAM PBB untuk Myanmar Marzuki Darusman mengatakan kejahatan kemanusiaan di Rakhine, Myanmar khususnya terhadap warga muslim Rohingnya sudah berlangsung selama 15 tahun yang lalu. Dan dua tahun terakhir ini sebagai puncaknya. Oleh karena itu, PBB mengutus pembentukan TPF HAM PBB.  TPF HAM PBB bertugas menemukan fakta-fakta hukum, menganalisa dan menyimpulkan serta merekomendasikan apa-apa yang harus dilakukan oleh PBB untuk Rohingya di Myanmar. TPF HAM PBB memiliki waktu sampai Maret 2018 mendatang. 

“Selama 15 tahun ini sudah 4 orang di dunia yang melapor kepada PBB. Untuk itu PBB mendesak pembentukan TPF, dan saya sebagai Ketua TPF. Jadi, saya ini mewakili PBB dan bukan mewakili Indonesia,” ujar Marzuki Darusman dalam keterangannya kepada media di Kompleks Parlemen, Senayan  Senin  11 September 2017.

Dalam kesempatan itu, Anggota DPR RI yakni Eva Kusuma Sundari, Henky Kurniadi, dan Mahfudz Siddiq serta Yaqud Cholil Qoumas memberikan keterangan senada mendorong pimpinan DPR untuk menyerukan agar Indonesia membantu menyelesaikan masalah kemanusiaan di Rohingya.

Dikatakan Eva bahwa yang memiliki kewenangan (power full) merekomendasikan mendorong penyelesaian kemanusiaan Rohingya adalah inisiatif pimpinan DPR RI melalui usulan kuat dari Komisi I. Selain itu, Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) juga harus bersikap sebagai bagian dari parlemen.

“Kita dari fraksi-fraksi di DPR bisa kirim surat kepada pimpinan DPR. Secara simultan Komisi I DPR RI juga mendorong selain inisiatif dari pimpinan DPR, dan BKSAP,” kata Eva.

Sementara itu menurut Henky persoalan Rohingya bukan sekedar masalah agama atau etnosentrisme. Ada masalah kesejahteraan, kewilayahan termasuk campur tangan negara besar di balik persoalan etnis Rohingya.

“Campur tangan negara besar memang bersiliweran di sana. Agama itu hanya bungkus saja,” kata Henky.

Persoalan yang harus diselesaikan di Burma yakni kekerasan, dikriminasi pada etnis Rohingya yang selama ini dianggap sebagai pengungsi. Selama ini, suku ini tidak memiliki hak politik dalam pemilu, hak mendapatkan kesempatan duduk di parlemen, pemerintahan, militer bahkan memperoleh kesehatan dan pendidikan yang layak.

Henky menyambut baik kedatangan Pendiri dan Direktur Eksekutif Burma Human Rights Network, Kyaw Win ke Indonesia khususnya menemui parlemen Indonesia. Menurutnya Kyaw Win sedang menjajaki parlemen dan pemerintah Indonesia mendorong dan memperjuangkan hak Rohingya di Myanmar.

Kepada media,  Kyaw Win juga memberikan penjelasan secara rinci tentang krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya dan sejumlah hasil temuan di lapangan tentang motif di balik krisis kemanusiaan yang diderita etnis Rohingya.  Selama ini, warga Rohingya tidak memiliki akses dan kesempatan di enam hal diantaranya di militer, kepolisian, parlemen, dan pemerintahan. (*)