Tempo.Co

DPR Dukung Gagasan Sekolah Khusus Perempuan
Senin, 11 September 2017
Sekolah ini akan memberikan ilmu berstandar internasional, tidak hanya mengajari memasak, menjahit, dan mengurus pekerjaan rumah.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise berencana membangun sekolah khusus peningkatan kapasitas dan kemampuan perempuan, di daerah penyumbang tenaga kerja Indonesia (TKI). Setelah mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, di Parlemen, Senin, 11 September 2017, Yohana mengatakan beberapa pos penghasil TKI yang memungkinkan untuk dibuat sekolah perempuan, yakni di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Konsep ini, kata Yohana, masih akan dibicarakan dengan sejumlah kementerian terkait, salah satunya Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta kepala daerah tempat dibangun pos atau sekolah setara D-1, bagi perempuan yang akan bekerja ke luar negeri.

“Targetnya pada 2018, saat ini kami sedang menyusun konsepnya. Untuk menggunakan kurikulum itu akan berada di bawah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Kami juga meminta kepala daerah untuk membangun sarana dan prasarana. Sebab kami punya dana untuk melaksanakannya, tetapi tidak bisa membangun sarana dan prasarana,” ujarnya.

Kelak para perempuan yang sudah lulus kuliah dari tempat ini akan memiliki kemampuan lebih dibandingkan tenaga kerja wanita yang lain. Sekolah ini akan memberikan ilmu berstandar internasional, tidak hanya mengajari memasak, menjahit, dan mengurus pekerjaan rumah. Mereka akan diberi kemampuan tambahan seperti cara merawat orang sakit. Sehingga ketika ditempatkan di luar negeri, pekerjaan yang dilakoni tidak sekadar menjadi asisten rumah tangga di negeri orang. Lulusan sekolah ini bisa menjadi perawat, pengurus di rumah jompo, hingga rumah sakit khusus di luar negeri seperti penderita HIV-Aids.

Yohana juga sedang menjajaki kerja sama dengan Filipina dan Australia untuk menerbitkan sertifikat berstandar internasional bagi perempuan lulusan sekolah ini.

Usulan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak disambut baik anggota Komisi VIII, Itet Tridjajati Sumarijanto. Dia mendukung program ini dan menurutnya sekolah khusus tersebut akan meningkatkan keterampilan serta kemampuan perempuan Indonesia sebelum ditugaskan bekerja di luar negeri. Akan semakin baik jika dalam sekolah itu, pendidikan juga diarahkan sesuai minat dan bakat mahasiswa.

Idealnya, sekolah dibangun di desa-desa, sebab infrastruktur di desa dan di kota sangat jauh berbeda. Sarana dan prasarana di desa masih banyak ketinggalan. Apabila sarana pendidikan dibangun di desa, akan semakin banyak perempuan desa yang paham bagaimana meningkatkan kapabilitasnya menjadi tenaga berstandar internasional. Perempuan desa selama ini sulit mengakses informasi karena minim infrastruktur seperti listrik dan jaringan internet.

“Selain itu, dalam membangun sekolah ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak harus berkoordinasi dengan kementerian lain. Untuk membangun sekolah yang ideal dan berstandar internasional tidak bisa bekerja sendiri,” tuturnya. (*)