Aksi penyegelan yang dilakukan Kementerian Perdagangan terhadap Pabrik Gula (PG) Tersana Baru milik BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia II di Cirebon, Jawa Barat, tergolong kasus baru. Sehingga membuat resah masyarakat, terutama para petani. Penyegelan dilakukan karena mutu gula yang dihasilkan tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
Wakil Ketua Komisi IV DPR sekaligus Ketua Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta kepada otoritas keamanan pangan dan perdagangan untuk tidak mengambil tindakan yang dapat meresahkan masyarakat apabila menemukan sesuatu hal yang menyangkut hajat hidup rakyat.
“Aksi penyegelan pabrik gula di PT Tersana Baru yang meresahkan masyarakat ini harus kita hindari. Ke depan harus ada upaya yang lebih baik, gunakan pendekatan persuasif,” tegas Herman usai melakukan pembukaan segel PG Tersana Baru bersama dengan Penyidik Kementerian Perdagangan di Cirebon, Jabar, Kamis, 7 September 2017.
Menurut Herman, mutu gula yang tidak baik bukan semata-mata karena proses yang salah, tapi bisa jadi karena cara penyimpanan gula yang terlalu lama. Sehingga mengubah nilai kandungan dalam gula. Padahal hasil uji lab BPOM menyebutkan bahwa gula tersebut tidak mengandung bahaya dan layak dikonsumsi, hanya perlu direproduksi.
“Penyegelan ini hanya masalah komunikasi yang kurang baik antara BUMN dan Kementerian Perdangan. Kita harap tidak terjadi lagi. Sebab, dampak dari penyegelan ini bukan hanya dirasakan oleh BUMN yang menjual gula-gula tersebut, tetapi juga berdampak pada para petani tebu,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut politisi asal Partai Demokrat itu, pemerintah sedang berupaya untuk bisa swasembada gula. Salah satu caranya dengan berusaha menyejahterakan petani agar senatiasa selalu bercocok tanam tebu.
“Bagaimana swasembada bisa terwujud kalau lahan terus menyusut setiap tahun. Solusi keberlangsungan usaha ini ada di tangan petani, mereka harus didukung, dibekali pengetahuan, modal, dan aturan yang sedikit dilonggarkan, agar ke depan minat untuk bertani tebu semakin tinggi dan jalan menuju swasembada pangan semakin dekat, jangan seperti ini,” ungkapnya.
Belum lagi, lanjut Herman terkait keluahan para petani mengenai rendahnya harga beli yang ditawarkan Bulog. “Kami mendengar keluhan dari petani terkait persoalan harga yang tidak sesuai. Komisi IV akan memfasilitasi Kementerian Perdangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, BPOM untuk duduk bersama operator mencari solusi yang sejalan menuju swasaembada gula nasional,” kata politisi asal dapil Jabar itu.
Sementara itu, Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat Nana Karnadi dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa harga yang ditawarkan oleh Bulog tidak masuk dan tidak sesuai untuk petani. Hal tersebut merujuk pada hasil panen dan ongkos perawatan dan biaya sewa tanah yang begitu mahal. Sehingga harga yang ditawarkan jauh lebih rendah dari harga yang diminta oleh petani.
“Kalau petani dengan harga segitu sama saja kita dipaksa untuk merugi. Ongkosnya saja sudah lebih dari angka itu. Malah yang ada saat ini, harga yang ditawarkan Bulog ini dikhawatirkan akan merusak harga gula di pasaran. Para investor dan pembeli bisa saja hanya membeli gula dengan acuan harga yang ditawarkan oleh Bulog. Jadi jelas kita akan tetap menolak harga dari Bulog. Kami minta kepada Anggota DPR RI agar aspirasi ini disampaikan kepada pemerintah,” ujarnya berharap. (*)