Tempo.Co

Legislator Pertanyakan Pengelolaan Barang Sitaan di KPK
Rabu, 13 September 2017
Legislator Pertanyakan Pengelolaan Barang Sitaan di KPK

Pengelolaan barang sitaan yang tidak berada di rumah penyimpanan benda sitaan negara (Rupbasan), hingga perbedaan waktu antara penyitaan barang dengan penyerahan pengelolaan pada rupbasan untuk beberapa kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi sejumlah pertanyaan anggota Komisi III DPR RI.

Anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang menanyakan perbedaan data penyerahan kendaraan sitaan dari kasus hukum Tubagus Chaeri Wardana atau Wawan, yang disita KPK dan waktu penyerahan ke Rupbasan. Bahkan, barang-barang sitaan tersebut tidak berada di Rupbasan.

Junimart memaparkan barang-barang yang terdiri atas 33 kendaraan milik tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu disita pada 27 Januari 2014, tetapi baru dititipkan kepada Rupbasan Negara Kelas I Jakarta pada 25 Januari 2016. “Dalam kurun waktu dua tahun ini, di mana keberadaan mobil? Masih ada tidak mobilnya? Kalau dilelang, kapan pelelangannya?” ucap politisi F-PDI Perjuangan itu kepada seluruh Komisioner KPK, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 11 September 2017. Rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K. Harman.

Selain 33 kendaraan, Junimart juga mempertanyakan keberadaan 14 mobil lain milik Wawan yang kembali disita pada 27 Januari 2014. Ia mengaku, pihaknya tidak menemukan informasi keberadaan barang sitaan itu dititipkan di Rupbasan. Selain itu, Junimart juga mempertanyakan harta tidak bergerak milik Wawan seperti bidang tanah dan villa di Bali yang disita KPK. “Hasil investigasi kami dengan pemilik, barang masih bagus dan layak dipakai. Kalau setahun tidak dipakai, tentu ada penyimpanan tempat lain,” ujar politisi asal daerah pemilihan Sumatera Utara itu.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tak memungkiri kebenaran data yang dipaparkan Junimart. Bahkan, katanya, ada beberapa barang sitaan yang belum ada didaftar dari yang disebutkan Junimart.

Syarif menambahkan barang sitaan dalam kasus Wawan berupa kendaraan sitaan dititipkan di fasilitas parkir yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM. Hal itu karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki Rupbasan. “Karena Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta Selatan dan Rupbasan di Jakarta Pusat tidak mencukupi, sebagian diparkir di Jakarta Pusat. Khusus rumah dan tanah di Bali, itu dalam perawatan yang bagus,” katanya.

Syarif juga menjelaskan, terkait dengan hibah beberapa barang rampasan negara kepada instansi pemerintah, itu dilakukan setelah kasusnya memilki kekuatan hukum tetap dan telah melalui prosedur di Kementerian Keuangan. Penghibahan barang rampasan dan sitaan dari koruptor dilakukan mereka atas seizin dan sepengetahuan Kementerian Keuangan. “Semua dicatat sebagai barang milik negara oleh Kementerian Keuangan dan ada persetujuan Menteri Keuangan untuk dihibahkan. Jadi bukan keputusan KPK sendiri tanpa sepengetahuan Kementerian,” tuturnya.

Sejauh ini, barang yang dihibahkan antara lain berupa mobil pemadam kebakaran untuk pemda dan mobil Toyota Kijang untuk operasional Polri. Ia pun menyampaikan kendala yang dihadapi KPK terkait dengan barang rampasan atau sitaan ini, antara lain mengenai sulitnya melelang barang sebelum ada putusan inkrah pengadilan, kecuali ada izin dari terdakwa.

Di sisi lain, nilai barang rampasan atau sitaan yang sebagian besar berupa kendaraan serta bangunan semakin lama semakin turun. Barang rampasan atau sitaan tersebut juga sulit dilelang karena citra barang tersebut adalah milik koruptor atau hasil dari tindak pidana korupsi. (*)